Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pokok Pemikiran dan Filsafat Immanuel Kant

Kalau kamu pernah dengar nama Immanuel Kant dan langsung merasa pusing, tenang, kamu nggak sendirian! Banyak orang ngerasa pemikiran Kant itu ribet dan bikin mikir keras. 

Tapi sebenarnya, Kant punya banyak ide keren yang kalau dijelaskan dengan sederhana, bakal bikin kamu mikir, “Eh, iya juga ya!” Artikel ini mau bantu kamu buat paham pemikiran Kant tanpa harus baca buku berat. So, let’s dive in!

Profil Singkat Immanuel Kant

inti pemikiran Immanuel Kant
inti pemikiran Immanuel Kant

Oke, sebelum masuk ke pembahasan yang lebih dalam, kita kenalan dulu sama sosoknya. Kant itu lahir di Königsberg, yang sekarang jadi Kaliningrad di Rusia, tahun 1724. Yang unik, Kant ini orangnya homebody banget! Saking betahnya di rumah (dan kota), dia jarang banget keluar-keluar jauh. Ada cerita lucu, katanya jadwal jalan kaki sore Kant begitu teratur, orang-orang di kota bisa menyetel jam mereka pas dia lewat depan rumah. 

Kalau istilah sekarang, Kant ini mungkin tipe orang yang tiap hari check-in di kafe yang sama sambil ngerjain tugas pakai laptop!

Meskipun begitu, Kant punya otak yang luar biasa. Dia menulis karya-karya besar yang bikin namanya tercatat dalam sejarah filsafat, seperti Critique of Pure Reason, Critique of Practical Reason, dan Critique of Judgment. Nah, di balik judul-judul tebal ini, tersembunyi ide-ide yang menarik banget kalau kita bahas satu per satu.

Salah satu istilah yang paling terkenal dari Kant adalah Sepere Aude, artinya: "Berani berpikir sendiri." Ini adalah seruan Kant dalam tulisannya tentang Pencerahan (Enlightenment), yang mengajak kita untuk berpikir kritis dan mandiri, tanpa hanya menerima apa yang dikatakan oleh otoritas atau tradisi.

Teori Pengetahuan Kant: Revolusi Copernican

Sekarang kita masuk ke ide pertama dari Kant Teori Pengetahuan. Nah, buat kamu yang mikir, “Apaan tuh?”, tenang, kita mulai dari yang dasar banget. Kant percaya bahwa cara kita mengenali dunia bukan cuma tentang melihat dan mendengar, tapi otak kita punya peran yang sangat aktif dalam membentuk realitas.

Kenapa Disebut Revolusi Copernican?

Ini ibaratnya kayak Copernicus yang bilang kalau bumi itu muter ngelilingin matahari, bukan sebaliknya. 

Sebelum Kant, orang-orang kayak Rene Descartes atau John Locke mikirnya, pengetahuan itu kayak cermin; kita cuma ngerefleksiin apa yang ada di luar sana. Tapi, Kant ngegas dengan bilang, "Nggak, bro! Bukan kita yang pasif nunggu info dari dunia luar, tapi otak kita yang aktif nyusun semua data yang kita terima!"

Contoh Kekinian: Lihat Dunia Lewat Filter Instagram

Bayangin, kita kayak pakai filter Instagram di otak. Apa yang kita lihat dari dunia luar nggak langsung murni masuk begitu aja. Otak kita udah ngasih "filter" berupa ruang, waktu, dan sebab-akibat, sehingga kita bisa paham apa yang kita lihat dan rasakan. Jadi, tiap kali kamu lihat dunia, otakmu tuh kayak lagi ngatur brightness, contrast, dan saturation biar semuanya masuk akal.

Phenomena dan Noumena.

Phenomena: Ini adalah dunia yang kita lihat dan rasakan, yang udah diproses otak kita. Misalnya, kamu lihat pohon di taman, nah itu adalah phenomena.

Noumena: Ini adalah dunia “asli” di luar sana, yang nggak mungkin kita tahu secara langsung. Itu kayak realitas tanpa filter otak kita, sesuatu yang selalu misterius. Ibaratnya, kayak kamu tahu ada sesuatu di luar foto Instagram tanpa filter, tapi kamu nggak pernah bisa lihat apa persisnya.

Fenomena vs Noumena: Ngomongin Filter dan Dunia "Asli"

Bayangkan kamu lagi nongkrong sama teman-teman, terus kamu iseng ambil selfie buat di-post di Instagram. Sebelum post, kamu pakai filter biar wajah kamu glowing parah, kayak habis pakai skincare premium. Nah, selfie yang sudah diedit dan dipajang di feed itu adalah fenomena—dunia yang kamu lihat dan bisa akses, tapi sudah lewat "filter" otak kamu.

memahami fenomena dan noumena
memahami fenomena dan noumena

Di balik foto glowing itu, realitanya (atau yang Kant sebut noumena) mungkin wajah kamu ada jerawat, muka habis begadang, atau lighting-nya kurang bagus. Tapi kita nggak bisa langsung tahu noumena ini, karena apa yang kita akses sudah "terfilter" oleh persepsi atau realitas yang kita ciptakan. Jadi, fenomena adalah apa yang kamu lihat (hasil edit), dan noumena adalah realita asli yang tidak bisa diakses secara langsung.

Contoh Kasus: PDKT dan First Impression

Kamu lagi deketin gebetan, kan? Pertama kali ketemu dia, pasti kamu punya first impression, dong? Misalnya, "Wah, dia asik banget, humble, dan kelihatan dewasa." Itu adalah fenomena—persepsi kamu terhadap dia di awal. Tapi, apakah itu 100% realitanya? Belum tentu. Karena noumena si gebetan yang asli, sifat-sifat dia yang true nature-nya mungkin berbeda. Bisa jadi dia punya kebiasaan tersembunyi atau ternyata dia cuek banget saat sudah kenal lama. Kamu nggak akan tahu sampai lebih dekat dan mengenalnya lebih dalam.

Jokes Time:

Kamu mungkin mikir gebetan kamu “noumenanya pasti sempurna!” Tapi siapa tahu, di balik layar, dia juga punya playlist lagu galau yang dia sembunyikan dari semua orang. Noumena itu kayak rahasia pribadi yang tidak mungkin kamu ketahui sepenuhnya!

Fenomena: Apa yang Kamu Lihat

Noumena: Apa yang Tidak Bisa Kamu Lihat

Fenomena: Kamu buka TikTok dan lihat video yang viral. Semua orang komentar, "Gokil, ini keren banget!" Itu adalah realitas yang kamu terima—sudah “difilter” oleh persepsi kamu tentang video viral yang di-like ribuan orang.

Noumena: Sebenarnya, kamu nggak bisa 100% tahu bagaimana video itu dibuat, apakah niatnya benar-benar buat seru-seruan atau ada sesuatu yang lebih kompleks di balik layar. Itulah noumena—sesuatu yang tidak bisa kamu akses langsung.

Contoh Kasus: Dunia Sosial Media

Di media sosial, kita sering banget melihat kehidupan orang lain yang terlihat sempurna. Misalnya, teman kamu nge-post foto liburan di Bali. Di fotonya, dia kelihatan senang banget, stay di villa mewah, dan sunsetnya epik. Itu fenomena—apa yang dia tampilkan dan kamu lihat di feed. Tapi realitanya, alias noumena, mungkin saja dia sedang stress karena kerjaan numpuk, hutang liburan, atau bahkan dia kena sunburn parah. Kamu nggak akan tahu full picture-nya, karena noumena itu nggak bisa diakses langsung.

Kesimpulan: Dunia Fenomena dan Noumena itu Macam Filter Kehidupan

Jadi, kalau kamu melihat sesuatu, selalu ingat bahwa yang kamu lihat itu fenomena—dunia yang sudah diproses lewat filter pikiran kamu. Sementara noumena adalah realita yang sebenarnya, yang mungkin tidak pernah kamu ketahui secara penuh. Kadang apa yang kamu lihat atau rasakan di dunia nyata itu bukan gambaran sempurna dari apa yang sebenarnya ada di balik layar. Fenomena itu seperti "dunia Instagram," sedangkan noumena itu "realita di balik feed." 

Jokes Time!

Jadi, kalau kamu lihat temenmu nge-post selfie di Instagram dan wajahnya glowing banget, bisa aja itu noumenanya nggak se-wow kelihatannya. Ya, begitulah dunia fenomena dan noumena!

Kategori Akal: Otak Kita Udah Dilengkapi Bawaan yang Bikin Dunia Tertata

Kamu pernah mikir, kok ya dunia ini nggak berantakan banget? Kayak, kenapa bola yang kamu lempar ke atas pasti jatuh ke bawah, dan nggak tiba-tiba terbang ke Mars? Kant punya jawabannya: kategori akal.

Otak Itu Kayak CPU yang Punya Software Bawaan

Buat Kant, akal kita udah punya "software bawaan" yang bikin semua informasi dari dunia jadi masuk akal. Kategori-kategori ini termasuk hal-hal kayak ruang, waktu, dan sebab-akibat. Misalnya, tanpa konsep sebab-akibat, kamu bakal bingung kenapa kopi tumpah saat kamu nggak sengaja nyenggol meja.

Contoh Kekinian: Otak = Google Maps

Bayangin aja, kategori-kategori ini kayak fitur di Google Maps yang bikin kamu bisa ngerti arah jalan. Tanpa fitur-fitur itu, kamu cuma bakal lihat peta acak tanpa paham harus ke mana. Jadi, akal kita ini udah dilengkapi "tools" bawaan buat merapikan semua info yang masuk, biar kita nggak bingung.

Etika Kant, Gimana Bertindak dengan Moral yang Benar?

Nah, kita masuk ke salah satu ide paling terkenal dari Kant: Imperatif Kategoris. Keren kan namanya? Tapi sebenarnya, konsep ini nggak serumit itu. Kant percaya bahwa moralitas harus berlaku buat semua orang, di mana pun dan kapan pun. Bukan kayak aturan yang bisa dinego atau diakalin.

Apa Itu Imperatif Kategoris?

Intinya, "Lakukan sesuatu hanya jika kamu yakin itu bisa jadi aturan umum buat semua orang." Bayangin gini: Kalau kamu nyontek di ujian, bisakah kamu terima kalau semua orang juga nyontek? Kalau semua orang nyontek, ujian jadi nggak ada gunanya, kan? Nah, ini berarti nyontek nggak bisa jadi aturan umum. Berarti, menurut Kant, kamu nggak boleh nyontek!

Contoh Kekinian: Stop Ghosting!

Misalnya, kamu ghosting gebetan karena bingung mau ngomong apa. Tapi, bayangin kalau semua orang ghosting tiap kali mereka nggak nyaman. Wah, dunia percintaan bakal kacau, bro! Jadi, ghosting jelas nggak bisa jadi aturan umum, kan? Kant nggak bakal setuju!

Moral Bukan Tentang Hasil, Tapi Tentang Niat

Yang penting buat Kant adalah niat baik. Misalnya, kalau kamu bantuin orang tua nyebrang jalan, niatmu harus tulus, bukan karena kamu berharap dipuji atau masuk feed IG buat konten. Buat Kant, tindakan baik itu harus datang dari niat yang baik, bukan karena kamu berharap dapat sesuatu sebagai imbalan.

Act only according to that maxim, which allows you to simultaneously will that it become a universal law.

Artinya: "Bertindaklah hanya sesuai prinsip yang bisa kamu inginkan untuk menjadi hukum universal." Ini adalah inti dari Imperatif Kategoris, aturan moral Kant yang meminta kita berpikir apakah tindakan kita bisa diterapkan oleh semua orang tanpa merusak tatanan moral.

Kebebasan dan Autonomi, Jadi Manusia yang Bermartabat

Kant punya keyakinan bahwa kita semua harus bertindak dengan autonomi. Ini artinya, kita harus bisa memutuskan tindakan moral kita sendiri berdasarkan rasionalitas, bukan karena dipaksa atau cuma ikut-ikutan.

Contoh Kekinian: Nggak Cuma Ikut Tren

Misalnya, semua orang lagi ikut tren OOTD pakai baju vintage. Kamu sih boleh aja ikutan, tapi kalau cuma ikut karena takut nggak gaul, berarti kamu nggak otonom, dong? Otonomi menurut Kant berarti kamu harus punya alasan sendiri yang rasional, bukan cuma ikut-ikutan. Ini termasuk FOMO olahraga yang sekarang lagi ngetrend juga. 

Manusia Sebagai Tujuan, Bukan Alat

Kant juga bilang, jangan pernah memperlakukan manusia lain cuma sebagai alat untuk mencapai tujuanmu. Contoh simpelnya: Jangan deketin orang cuma karena kamu butuh dia buat ngerjain tugas kelompok. Perlakukan semua orang dengan martabat dan rasa hormat, oke?

Estetika Kant, Apa Itu Keindahan?

Buat Kant, keindahan itu nggak sekadar soal selera pribadi. Meski kita bilang “cantik itu relatif,” Kant percaya bahwa ada sesuatu yang lebih mendalam dari itu.

Contoh Kekinian: Film Favorit

Misalnya, kamu dan temenmu nonton film, terus kamu bilang, “Film ini keren banget!” Kant percaya bahwa dalam penilaian keindahan, ada unsur yang bikin kita berharap orang lain juga setuju dengan kita. Jadi, walaupun ada subjektivitas, kita ngerasa bahwa ada elemen keindahan yang universal. Makanya, debat soal film atau musik tuh bisa panjang banget!

Pengaruh Pemikiran Kant Dari Masa ke Masa

Pemikiran Kant nggak berhenti di abad 18, dia masih ngaruh banget ke dunia filsafat modern. Banyak filsuf besar setelahnya, kayak Hegel, Nietzsche, sampai filsuf eksistensialisme, banyak terinspirasi oleh ide-ide Kant. Bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan psikologi, ide Kant tentang bagaimana kita memahami dunia masih relevan banget sampai sekarang.

Nah, sekarang kamu udah punya gambaran tentang pemikiran Kant, kan? Mulai dari cara kita memahami dunia sampai gimana kita harus bersikap secara moral. Pemikiran Kant ini emang dalam, tapi nggak mustahil buat dipahami. Intinya, Kant ngajak kita buat mikir lebih jauh tentang kenapa kita bisa ngerti dunia dan gimana kita harus bertindak di dalamnya. Semoga artikel ini bikin kamu jadi lebih tertarik buat mengenal Kant lebih jauh!

Jadi, gimana? Ternyata Kant nggak serumit itu kan? Ayo, mari kita lebih banyak merenung dan berpikir kritis, tapi jangan lupa tetep santai dan nikmati hari-harimu!

Wow, kamu membaca artikel ini sampai selesai. Jangan-jangan kamu cocok jadi filsuf. Untuk membantumu, yuk baca artikel filsafat lainnya, seperti: 

Pokok Pemikiran Nietzsche

Seperti Apa Filsafat Feuerbach

Mengenal Karl Marx Lebih Dekat

Inilah Bakunin, Bapak Ideologi Anarkisme

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Pokok Pemikiran dan Filsafat Immanuel Kant "