Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Filsafat David Hume

David Hume: Inti Pemikiran dan Pengaruhnya dalam Filsafat Barat

David Hume
David Hume

David Hume (1711-1776) adalah salah satu filsuf terpenting dalam sejarah filsafat Barat, khususnya dalam tradisi empirisme. Untuk memahami Hume dengan baik, kita perlu melihat bagaimana dia menanggapi pemikiran filsuf-filsuf sebelumnya, terutama Rene Descartes, serta bagaimana pemikirannya mempengaruhi para filsuf setelahnya.

Kehidupan dan Lingkungan Sosial David Hume

Keyakinan bukanlah hasil dari argumen, tetapi dari kebiasaan dan pengalaman.

David Hume

David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia pada tahun 1711, dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh Pencerahan Skotlandia. Masa hidupnya ditandai oleh dinamika sosial dan intelektual yang sangat kuat, dengan berbagai gagasan baru tentang pengetahuan, politik, agama, dan moralitas. 

Di Skotlandia pada masa itu, ada perkembangan pesat dalam literatur dan filsafat, serta adanya diskusi-diskusi penting seputar ilmu pengetahuan dan metodologi berpikir rasional.

Secara politik, Eropa pada abad ke-18 sedang mengalami transformasi besar, termasuk Revolusi Ilmiah yang menekankan pentingnya eksperimen dan rasionalitas serta Pencerahan yang menekankan kebebasan berpikir dan skeptisisme terhadap otoritas dogmatis. Ini adalah periode di mana filsuf-filsuf besar seperti John Locke dan George Berkeley mendiskusikan soal bagaimana kita bisa mengetahui sesuatu dengan pasti. Inilah konteks yang membentuk pemikiran Hume.

Inti Pemikiran David Hume

Skotlandia, tempat lahir David Hume
Skotlandia, tempat lahir David Hume

Hume adalah seorang empiris. Artinya, ia percaya bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi (empiris), bukan dari akal budi atau logika belaka. Ini berbeda dengan pandangan Descartes yang dikenal sebagai seorang rasionalis. 

Descartes berargumen bahwa pengetahuan yang benar dapat dicapai melalui akal yang murni (tanpa pengalaman), seperti dalam pernyataan terkenalnya, "Cogito, ergo sum" ("Saya berpikir, maka saya ada"). 

Sementara Descartes percaya bahwa kebenaran bisa ditemukan melalui proses berpikir yang sangat logis, Hume menolak ini dan menegaskan bahwa sumber utama pengetahuan adalah apa yang kita alami melalui panca indera kita.

1. Kritik terhadap Gagasan Sebab-Akibat

Salah satu kontribusi terbesar Hume dalam filsafat adalah kritiknya terhadap gagasan sebab-akibat (causality). Menurut Hume, kita tidak pernah benar-benar melihat hubungan sebab-akibat secara langsung. 

Misalnya, ketika kita melihat bola bilyar A memukul bola bilyar B, kita menganggap bahwa A menyebabkan B bergerak. Namun, yang kita lihat sebenarnya hanyalah satu peristiwa terjadi setelah peristiwa lain; kita tidak pernah menyaksikan "penyebab" sebagai entitas yang terpisah.

Menurut Hume, gagasan sebab-akibat hanya didasarkan pada kebiasaan (habit), bukan pada sesuatu yang bisa dibuktikan secara pasti. 

Artinya, kita cenderung mengasosiasikan dua peristiwa hanya karena kita sering melihat mereka terjadi secara berurutan. Ini adalah serangan mendalam terhadap pandangan rasionalis bahwa ada kepastian logis di balik fenomena alam.

2. Gagasan Tentang Induksi

Hume juga merumuskan masalah penting yang dikenal sebagai masalah induksi. Dalam pemikiran ilmiah, induksi adalah proses mengambil kesimpulan umum berdasarkan pengamatan spesifik. Misalnya, jika kita telah melihat matahari terbit setiap hari, kita mungkin menyimpulkan bahwa matahari akan selalu terbit esok hari. Namun, Hume menunjukkan bahwa ini adalah kesimpulan yang tidak bisa dibuktikan secara pasti. Hanya karena sesuatu terjadi di masa lalu, tidak ada jaminan bahwa itu akan terjadi di masa depan.

Dengan demikian, Hume menunjukkan bahwa banyak keyakinan kita tentang dunia didasarkan pada asumsi yang tidak sepenuhnya rasional, tetapi lebih pada kebiasaan atau kebiasaan berpikir.

3. Pemikiran Tentang Diri dan Identitas Personal

Hume juga menentang gagasan tradisional tentang diri (self). Menurut Hume, ketika kita mencoba mencari "diri" atau "jiwa" yang tetap di dalam diri kita, yang kita temukan hanyalah kumpulan pengalaman, persepsi, dan sensasi yang terus-menerus berubah. Tidak ada inti tetap yang bisa disebut "diri." Hume mengibaratkan ini sebagai teater di mana berbagai persepsi datang dan pergi, namun tidak ada "penonton" atau "aktor utama" yang menetap.

Pengaruh Pemikir Sebelumnya pada Hume

Kebiasaan adalah pemandu besar kehidupan manusia.

David Hume

Untuk memahami pemikiran Hume, penting untuk melihat bagaimana dia terpengaruh oleh pemikir sebelumnya, terutama Descartes, John Locke, dan George Berkeley.

  • Rene Descartes (1596–1650): Seperti yang telah disebutkan, Descartes adalah seorang rasionalis yang percaya bahwa pengetahuan berasal dari akal. Hume, sebagai empiris, menolak pandangan Descartes ini. Jika Descartes percaya bahwa ada kebenaran pasti yang bisa ditemukan melalui pemikiran murni (seperti adanya "diri" atau "jiwa"), Hume skeptis terhadap kemampuan akal untuk mencapai kebenaran tanpa pengalaman empiris.
  • John Locke (1632–1704): Locke adalah salah satu tokoh empiris besar sebelum Hume. Locke berargumen bahwa pikiran kita pada dasarnya kosong (tabula rasa) sebelum diisi oleh pengalaman. Hume setuju dengan gagasan ini tetapi melangkah lebih jauh dalam menyatakan bahwa bahkan hubungan antara ide-ide kita tidak bersifat pasti, melainkan hanya berdasarkan kebiasaan.
  • George Berkeley (1685–1753): Berkeley adalah seorang idealis yang percaya bahwa semua yang ada hanyalah persepsi (bahwa "ada" berarti "terlihat" atau "dipersepsi"). Hume menerima beberapa aspek dari pemikiran Berkeley, terutama bahwa kita hanya bisa mengetahui apa yang kita persepsikan, tetapi Hume tidak sepakat dengan pandangan metafisik Berkeley tentang eksistensi hanya sebagai persepsi.

Pengaruh David Hume pada Filsuf Setelahnya

Alasan adalah budak dari nafsu dan tidak dapat berpura-pura memiliki fungsi lain selain melayani dan mematuhi mereka.

David Hume.

Pemikiran Hume memiliki dampak besar pada perkembangan filsafat Barat, terutama melalui beberapa tokoh besar berikut:

Immanuel Kant (1724–1804): Kant terkenal mengatakan bahwa pemikiran Hume "membangunkannya dari tidur dogmatisnya." 

Kant sepakat dengan Hume bahwa banyak pengetahuan kita tentang dunia didasarkan pada pengalaman. Namun, Kant mencoba menjawab skeptisisme Hume dengan menyatakan bahwa ada kategori-kategori akal yang sudah ada sebelum pengalaman dan membantu kita mengorganisir pengalaman itu. 

Kant kemudian mengembangkan apa yang disebut sebagai "filsafat kritis," di mana akal dan pengalaman bekerja sama untuk memahami dunia.

  1. Filsafat Positivisme dan Empirisme Modern: Pemikiran Hume sangat mempengaruhi para filsuf positivis, terutama Auguste Comte, dan para pemikir empiris modern. Mereka meneruskan pandangan Hume bahwa pengetahuan hanya bisa diperoleh melalui pengalaman dan eksperimen, dan bahwa pengetahuan yang tidak bisa diuji secara empiris sebaiknya ditinggalkan.
  2. Filsafat Analitik: Tradisi filsafat analitik yang berkembang di abad ke-20 juga banyak terinspirasi oleh Hume, terutama dalam penekanan pada klarifikasi logis dan bahasa serta skeptisisme terhadap metafisika spekulatif.

David Hume dan Empirisme

berkontemplasi dengan pengalaman adalah ciri filsafat David Hume
berkontemplasi dengan pengalaman adalah ciri filsafat David Hume

David Hume adalah salah satu filsuf paling penting dalam tradisi empirisme, yang menekankan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Melalui kritiknya terhadap sebab-akibat, induksi, dan gagasan tentang diri, Hume mengguncang dasar pemikiran filsafat tradisional, terutama pandangan-pandangan rasionalis seperti yang dipegang oleh Descartes. Pengaruhnya terhadap pemikir setelahnya, terutama Immanuel Kant, sangat besar dan membentuk arah filsafat Barat modern.

Dengan memahami Hume, kita belajar untuk lebih skeptis terhadap asumsi-asumsi yang kita buat tentang dunia dan lebih sadar bahwa pengetahuan kita sering kali dibatasi oleh pengalaman yang kita miliki.

-----

Filsafat David Hume sangat terkait dengan empirisme, dimana ternyata semua pengalaman manusia mempengaruhi cara pandangnya. Hal ini berimplikasi pada banyak hal di berbagai bidang, salah satunya agama. Tahukah kamu ada agama-agama minor yang mungkin kini hampir punah tapi dahulu sempat dianut banyak orang? Ingin tahu? Maka mari baca artikel-artikel di bawah ini: 

Agama Mandaeisme

Agama Mesir Kuno

Agama Manichaeisme

Agama Mesopotamia Kuno

Agama Nordik - Viking

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Filsafat David Hume"