Bayarlah Pakai Uang Elektronik Ketika Berbelanja di Minimarket
Keresahan ini sudah tidak bisa saya bendung. Pagi itu saya berbelanja di salah satu minimarket yang terdekat. dua renteng kopi dan dua bungkus abon. Saya sengaja membayar memakai uang fisik, bukan elektronik seperti yang terbiasa saya lakukan belakangan. Dugaan saya benar, kembaliannya kurang.
Uniknya uang yang diberikan dan nominal yang disebut berbeda. Walau jumlahnya tidak seberapa ini memantapkan langkah saya untuk tidak lagi membayar memakai uang fisik ketika membayar di minimarket manapun.
Sungguh sedih harus melakukan hal ini bukan karena ingin menerapkan gaya hidup modern yang praktis dan efisien, tetapi demi menghindari kasus-kasus uang kembalian yang kurang.
Jujur saya tahu kok kalau uang kembalian yang kurang itu oleh sistem di minimarket akan didonasikan ke lembaga sosial dan amal, tetapi bukan gini caranya, bestie.
Jika ini terjadi 20 atau 30 kali, saya akan menganggapnya kealpaan atau oknum. Namun jika terjadi terus menerus maka jelas ini sebuah kebiasaan, entah terstruktur atau tidak, tetapi masif.
Secara etika ini jelas salah karena tidak memberitahu pelanggan. Apakah mereka sudah terbiasa mendapat jawaban 'ya' ketika menawari berdonasi dari uang kembalian? Bisa jadi.
Dilihat dari sudut pandang yang lain, ini merugikan secara finansial. Ingat, sekecil apapun itu, tapi itu adalah rupiah, mata uang sah negeri ini.
Kasus kembalian kurang yang terjadi sejak dua tahun belakangan ini, yang saya alami dan istri akhirnya membuat kami lebih percaya pada OVO, Gopay dan QRIS. Setidaknya dengan tiga platform tersebut kami benar-benar membayar apa yang kami beli.
uang-kembalian-kurang-di-minimarket |
Jikalau pembaca sekalian mengalami hal serupa dan tidak mau ribut, lebih baik mempertimbangkan cara kami juga.
Lagipula cara top up saldo platform-platform tersebut sangat mudah. Gopay bisa diisi via ATM BRI, BNI, Bank Mandiri dan hampir semua bank besar lainnya. Begitupula dengan OVO. Bahkan QRIS langsung terhubung dengan layanan M-Banking.
Selain itu, penggunaan uang elektronik akan mempermudah pelanggan karena hanya cukup membaya ponsel, meski jelas harus memastikan ada jaringan internet.
Minimarket Membunuh Warung Kelontong?
Warung kelontong yang dikelola tetangga Anda semakin lama akan punah. Ini bisa terlihat jelas. Faktor utama, menurut dugaan saya adalah menjamurnya minimarket hingga ke desa dan perkampungan.
Data dari artikel yang diunggah Lokadata menyatakan bahwa tidak hanya kota besar dan metropolitan, tetapi kota kecil juga mengalami fenomena menjamurnya minimarket.
Berikut sedikit cuplikan artikel tersebut:
Rekor kepadatan minimarket dipegang Kota Solok (penduduk 69.000 jiwa, PDRB Rp2,7 triliun), di Sumatra Barat, dengan 49 minimarket per 100.000 penduduk. Kota Bukittinggi (128.000 jiwa, PDRB Rp5,8 triliun), juga di Sumbar, menempati posisi kedua dengan 34 minimarket, disusul Bandung (kota metropolitan, penduduk 2,5 juta jiwa, PDRB Rp185 triliun), dengan 32 minimarket per 100.000 penduduk.
Dari sisi jumlah, minimarket tumbuh paling pesat di kota-kota kecil dan sedang. Di Palopo (penduduk 180.000 jiwa, PDRB Rp5,1 triliun) jumlah minimarket melonjak hampir 2,5 kali lipat, disusul Kota Sibolga (kota kecil, 87.000 jiwa, PDRB Rp3,3 triliun) naik dua kali lipat, dan Mojokerto (128.000 jiwa, PDRB Rp4,7 triliun) yang tumbuh dari 17 menjadi 29 minimarket per 100.000 penduduk.
Tentu minimarket punya keunggulan dibanding warung kelontong yang membuat pelanggan berpindah. Pertama adalah kelengkapan jumlah barang. Kedua variasi merk. Ketiga pelanggan bisa memilih sendiri. Keempat tempat yang lebih nyaman.
Namun apa yang terjadi pada saya dan istri membuat saya kembali ke warung tetangga sambil berharap bisa memberikan semangat mereka untuk terus bertahan mempertahankan keluarga dari kelaparan. Inilah ikhtiar yang sederhana namun akan tetap saya lakukan.
Di warung kelontong, penjual akan bersusah payah mencari uang kembalian. Sesuatu yang layak mendapatkan penghargaan tinggi. Inilah wujud memanusiakan manusia, sejauh pemahaman saya.
Bangkitnya Warung Madura
... kami memantapkan hati untuk makin sering memakai uang elektronik khususnya ketika harus berbelanja di minimarket sembari mempersering belanja di toko kelontong milik tetangga sendiri.
Dalam setengah tahun belakangan, ada fenomena unik, yakni bangkitnya warung Madura sebagai oposisi dari minimarket.
Mungkin Anda juga bisa melihat, bahwa di beberapa tempat berdiri warung Madura yang tentu saja dikelola oleh orang Madura. Warung atau toko kelontong ini punya beberapa ciri yang sama: bersih, buka 24 jam dan bahkan ada layanan penjualan bbm semacam pertamini.
Semoga pengusaha toko kelontong Madura sadar kelemahan minimarket terkait uang kembalian dan tidak mengulanginya.
Intinya, Perubahan Tidak Bisa Ditolak
Adalah sebuah fakta bahwa minimarket itu menguntungkan, jadi banyak orang berlomba-lomba membuka layanan ini demi meraup cuan. Akibatnya minimarket makin banyak.
Fakta di atas tidak bisa dihentikan. Tetapi kita juga bisa bersikap bijak dengan menerima bahwa layanan uang elektronik adalah salah satu bentuk transparansi ekonomi yang paling nyata.
Akhir kata, sejak kejadian terakhir di atas, kami memantapkan hati untuk makin sering memakai uang elektronik khususnya ketika harus berbelanja di minimarket sembari mempersering belanja di toko kelontong milik tetangga sendiri.
Posting Komentar untuk "Bayarlah Pakai Uang Elektronik Ketika Berbelanja di Minimarket"
Pembaca yang baik adalah yang menulis komentar sebelum pergi. Komentar Anda akan muncul setelah kami review. Dilarang menuliskan link hidup apapun.