Bumi Adalah Pusat Alam Semesta, No Debate!
Sebentar, tunggu dulu, tenang! Saya bukanlah penganut paham Geosentris, sebuah konsep usang yang dicetuskan oleh Aristoteles.
Namun, mengapa judul dari tulisan kali ini adalah bumi sebagai pusat dari alam semesta? Oke, mari berdiskusi pelan-pelan. Angkat soju-mu dan jangan lupa gigit ubi bakarmu sebelum dingin.
Tentu secara fisika dan astronomi jelas terbukti bahwa matahari adalah pusat dari tatasurya, dimana planet, satelit dan benda angkasa lain mengelilingi dengan keteraturan tertentu.
Namun, dimanakah teori yang kemudian disebut teori Heliosentris tersebut dicetuskan? Apakah di matahari? Tentu tidak, karena jangankan manusia, alien juga akan musnah di sana? Lantas dimana? Benar, jawabannya adalah di bumi.
Bahkan untuk bisa melegitimasi dirinya sebagai pusat tatasurya, matahari butuh bantuan dari penduduk bumi. Adalah Nicolaus Copernicus yang melakukannya, dengan cara riset dan pengamatan, selain juga memperbaharui model dari Aristarchus yang sudah ada sejak abad ke 3 SM.
Geosentris vs Heliosentris
pusat alam semesta |
Hanya sekedar mengingatkan Anda tentang pelajaran IPA di tingkat sekolah dasar, ada dua teori yang saling berhadapan, yakni Geosentris dan Heliosentris.
Geosentris menyatakan bahwa Bumi adalah pusat tatasurya, sementara matahari, bulan, bintang dan benda-benda langit lainnya mengelilingi Bumi.
Heliosentris menyatakan bahwa bukan Bumi, namun matahari yang menjadi pusat tatasurya, sementara benda-benda lainnya, termasuk Bumi mengelilinginya.
Manusia adalah Pusat Alam Semesta
Meski secara fisik terlihat jelas bahwa matahari yang menjadi pusat tatasurya, tetapi manusia sejatinya menciptakan tatasuryanya sendiri, yakni mikrokosmos. Sesuatu yang ada dalam kehidupannya sebagai sebuah spesies yang punya emosi, pikiran, cita-cita, cinta, harapan, kebencian, rencana, dan kemampuan untuk mencipta maupun menghancurkan. Mikrokosmos ini pada akhirnya menyatu dengan Makrokosmos lalu membuat mereka menjadi pusat dari cerita peradaban dalam tatasurya ini.
Adi, dalam catatanadi.com
Meski demikian harus dikatakan bahwa semua benda langit itu hampa, tidak ada materi organik yang menghidupinya.
Sedangkan di Bumi, bukan hanya penuh dengan mahkluk hidup, namun salah satu spesiesnya, justru mampu berkembang secara luar biasa dan bahkan memiliki cipta-rasa-karsa, sesuatu yang merupakan pencapaian tertinggi dalam tatasurya ini.
Bayangkan, misal di Saturnus. Tidak ada peradaban di sana. Tidak ada yang perlu mempelajari fisika atau astronomi. Namun di Bumi, orang mempelajari itu semua sekaligus menyadari matahari sebagai pusat tatasurya, salah satunya adalah untuk kepentingan manusia. Benar, kepentingan umat manusia menjadi kunci dari alam semesta.
Itulah mengapa hanya di Bumi yang ada agama dan politik. Alhasil pada hakikatnya di bumi juga terdapat perang dan saling sikut antar entinitas.
Namun bukan berarti Matahari tidak penting. Ingat, bahkan di banyak peradaban matahari memainkan peranan yang sangat penting dan bahkan banyak disembah.
Di Jepang, orang-orang menganggap ada dewa yang bertanggung jawab atas matahari. Hal serupa juga dapat ditemukan dalam kebudayaan Inca, Cina, India atau bahkan Mesir.
Bahkan ada agama misterius penyembah Matahari yang menganggapnya sebagai tuhan terkuat sekaligus pelindung umat manusia, yang berasal dari zaman Persia kuno.
Lalu apa artinya semua ini? Jelas sekali bahwa sampai detik ini, benda-benda di alam semesta terlihat sebagai pendukung bagi adanya kehidupan di bumi. Bahkan Matahari berperan sebagai pusat tatasurya juga merupakan upaya agar kehidupan di bumi tetap lestari.
kalau dari sudut pandang potret bumi dari luar angkasa, rasanya satu individu manusia begitu tidak penting, bagaikan kutu. tapi kemampuan akalnya mampu menyelami alam semesta.
BalasHapusBenar sekali mas. Itu inti dari pembahasan saya, dimana ketika melihat secara hukum alam dan fisika, jelas bukan bumi pusat tatasurya. Tapi apalah arti dari benda-benda mati tersebut jika tidak ada manusia? Tentu tidak ada.
Hapus