Apa Tujuan Hidup Ini? [Sebuah Refleksi Pribadi]
Langsung saja, bagiku pribadi tidak ada yang bisa memahami apa tujuan hidup ini. Aku mengakuinya dan menurut hematku sebenarnya semua orang juga demikian. Mereka yang berkata tahu apa tujuan dari hidup ini sebenarnya juga hanya menduga-duga. Hanya saja ada yang menganggap dugaan itu sebagai sesuatu yang pasti benar ada yang tidak.
Aku akan memulai opini dengan mengatakan bahwa manusia, setidaknya aku, belum mampu untuk menjawab pertanyaan terbesar yang menghinggapi mereka dari awal segala zaman : darimana kita berasa? Atau lebih tepatnya darimana kehidupan bermula?
Pertanyaan itu sangatlah penting sebagai perwujudan starting point untuk kemudian menentukan kemana kita harus berjalan. Harus seperti apa kehidupan ini bergerak. Apa yang boleh dikejar, apa yang harus ditanggalkan.
Masalahnya adalah belum ada jawaban absolut mengenai itu semua. Sains belum mampu memecahkannya. Maka manusia berpegang pada agama, filsafat atau diri mereka sendiri. Sebagian lainnya memilih untuk masa bodoh dan tidak peduli.
Sering sekali kita enggan untuk mengakui ketidaktahuan kita. Seperti dalam kasus apa tujuan manusia ada di alam semesta ini, banyak orang akhirnya menjawab atas dasar agama. Dengan jumlah agama yang begitu banyak, maka sewajarnyalah kita (manusia) akhirnya punya banyak jawaban. Dan itu berarti punya banyak tujuan. Atau setidaknya punya banyak alternatif untuk dijadikan tujuan.
Tentu adalah kurang ajar jika menyalahkan agama orang lain. Bagi kita, bisa saja ritual mereka tidak masuk akal, ajaran mereka kuno dan pandangan mereka aneh. Tetapi bagi mereka, itu sesuatu yang suci dan sakral, sehingga sering sekali layak untuk dibela meski harus berdarah-darah. Untuk itulah diperlukan kompromi bagi umat manusia yang milyaran ini dengan sekian ratus agama agar tujuan hidup dari masing-masing agama bisa dijalankan dan dicapai dengan baik tanpa harus saling bergesekan.
Tapi bisakah itu terjadi? Aku tidak sepenuhnya yakin.
Kembali ke pertanyaan tentang apa tujuan hidup ini, aku pribadi menemui banyak sekali variasi jawaban dari orang-orang di sekitarku. Beberapa akan aku rangkum di bawah ini.
Mati.
Benar, tujuan hidup ini adalah mati. Semua yang hidup pasti mati. Pasti. Sekuat apapun dia di masa mudanya. Bukan hanya manusia, hewan dan tumbuhan juga akan mengalaminya. Termasuk jamur dan bakteri.
Uniknya ada yang berjuang untuk mencari bekal bagi kehidupan lainnya setelah mati ini. Sungguh luar biasa. Sebagai bentuk dari perjuangan ini, aku melihat banyak orang akhirnya berusaha hidup saleh dan benar, setidaknya menurut ukuran dan takaran mereka.
Tentu yang dimaksud adalah akhirat, baik itu surga dan neraka. Sejujurnya aku tidak tahu bentuk dari neraka ataupun surga. Aku hanya tahu dari kitab-kitab suci agama-agama yang aku pernah tahu. Meski aku duga mereka juga sama sepertiku, tapi banyak yang begitu yakin akan gambaran surga dan neraka kelak.
Seka;i lagi aku tak mau menghakimi. Aku hanya tahu dari membaca dan mendengar gambaran tentang surga dan neraka itu. Kesana? Aku belum pernah. Mungkin mereka sudah pernah kesana, atau mendapatkan pengelihatan suci tentang hal itu, sehingga begitu mengimaninya. Bukankah iman itu percaya tanpa perlu melihat? Jikalau sudah demikian, maka itulah kepercayaan mereka dan tentu saja aku tak mau mencelanya. Apa hakku. Meski demikian aku juga tak mau berbohong kalau aku belum pernah melihat surga dan berkunjung ke neraka. Membaca tentang surga dan neraka? Sering.
Bersenang-senang.
Inilah hal kedua yang aku pelahari dan aku dapatkan. YOLO. You only live once. Jadi memang harus diisi dengan senang-senang. Pandangan yang bagus. Kalau tujuan hidup adalah menjadi bahagia dengan senang-senang, aku akan mendukungnya. Namun apakah aku juga akan mengimaninya? Nanti dulu.
Jika yang dimaksud dengan senang-senang adalah menganut ajaran konsumerisme, aku tak akan bisa. Aku tak mampu. Aku tak sekaya dan sejutawan itu. Sumber dayaku tipis dan terbatas.
Memang tidak semua orang yang menganggap tujuan dari hidup adalah kebahagiaan adalah orang yang atheis ataupun agnostik, tetapi uniknya mereka mampu melepaskan diri dari sesuatu yang menurut mereka adalah belenggu.
Meski demikian tentu saja tingkat senang-senang kita ada batasnya. Walau bukan kita yang membatasi, tetapi hukum dunia, entah yang bersumber dari kitab suci maupun filsafat, akan melakukannya. Memberi batasan senang-senang kita.
Jadi tak ada orang yang bisa hidup dengan tidur di hotel mewah, makan makanan lezat dan berpelisir setiap hari tanpa membayar. Hukum dunia akan memberimu punishment. Silahkan melakukannya dan kau akan dipenjara, dituduh menipu atau pencuri. Kecuali kau butuh uang.
Mengumpulkan uang.
Dan dari sinilah kemudian aku melihat tujuan hidup berkembang menjadi satu hal : mengumpulkan uang dan menjadi kaya.
Pada awal peradaban, mungkin uang digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan hidup, bukan tujuan yang hakiki. Tetapi seiring perkembangan waktu, aku melihat bahwa manusia menjadikan uang sebagai tujuan hidupnya.
Premis tersebut bisa aku dapatkan dari pengamatanmu tentang orang-orang yang rela menukar keluarga, waktu, pikiran, kesempatan melakukan banyak hal ataupun diri sendiri, demi mendapatkan banyak uang.
Uniknya pada puncaknya, manusia juga akan kebingungan ketika sudah memiliki uang yang sangat banyak, melebihi ekspektasi pada awalnya. Alhasil ini semua akan berakhir dengan mencari subtitusi dari itu semua, yakni kesenangan dan hal-hal mewah lainnya yang dianggap sebanding dengan uang.
Berbuat baik.
Kebanyakan masih terkait dengan poin pertama, yakni mencari bekal sebanyak-banyaknya demi kehidupan lain setelah mati. Namun ada juga orang yang tidak terlalu mengimani hal tersebut namun tetap menjadi perbuatan baik sebagai tujuan suci yang hakiki.
*******
Tentu selain apa yang sudah aku tulis di atas, masih banyak lagi tujuan hidup yang ada dan diperjuangkkan oleh manusia . Memperjuangkan ideologi, menuntaskan dendam, menemukan Tuhan, mengungguli saingannya dan lain sebagainya.
Itu semua sesuatu yang wajar dan sebuah keniscayaan, namun mana yang merupakan kebenaran hakiki? Tidak ada yang tahu. Itulah menurut hematku.
Selama manusia belum mampu mengetahui dengan pasti darimana mereka berasal, maka kehidupan dan tujuan hidup mereka adalah sebuah hasil dari pilihan : mengikuti apa yang mereka anggap benar atau menciptakan tujuan hidup sendiri tanpa menautkannya dengan tujuan hidup yang tertulis di kitab-kitab manapun.
Tujuan Hidup |
Aku sendiri adalah produk dari kehidupan. Aku, sebagai manusia, tentu dipengaruhi oleh banyak hal : lingkungan sosial, buku yang aku baca, sesuatu yang aku kerjakan atau emosi yang tercipta hasil dari meresponi kejadian yang aku terima.
Dengan kata lain aku ingin mengatakan, andaikanpun aku punya tujuan hidupku saat ini, bisa jadi besok ketika matahari terbenam aku bisa mengubahnya. Dan itu hakku. Dan itu wajar.
Satu hal yang unik. Aku juga menemukan bahwa banyak orang hidup dengan wajar dan apa adanya. Begitu ringan dan terlihat normal, tanpa harus memikirkan apa tujuan hidupnya. Bagikut, sebenarnya memang andaikan kita tidak mampu mengetahui sesuatu, jujur adalah sebuah hal yang harus berani kita lakukan. Menjawab tidak tahu.
Dari Catatan Adi.
Untuk Pembaca sekalian.
Posting Komentar untuk "Apa Tujuan Hidup Ini? [Sebuah Refleksi Pribadi]"
Pembaca yang baik adalah yang menulis komentar sebelum pergi. Komentar Anda akan muncul setelah kami review. Dilarang menuliskan link hidup apapun.