Mencoba Hal Baru
Aku mencapai suatu kesimpulan bahwa manusia harus terus sibuk untuk bisa memaksimalkan potensinya. Karena pada dasarnya kita bukan spesies yang mencintai kemapanan. Setiap kita mencapai suatu target, rasa ketidakpuasan selalu hadir yang berujung pada penemuan-penemuan baru dan pencapaian-pencapaian yang lebih mengagumkan.
Pada bidang apapun, entah itu sains, perdagangan bahkan hiburan, manusia terbukti tidak bisa diam. Ia selalu berusaha mencipta, mereka, memodifikasi dan menelurkan sesuatu yang baru.
Definisi akan kemapanan menjadi berubah. Aku kenal orang yang dulu selalu bermimpi punya rumah kecil dan hidup bahagia di dalamnya bersama keluarganya. Kini, ia sudah punya 4 rumah dan aku yakin akan bertambah lagi dan lagi.
Columbus ingin membuktikan bahwa bumi itu bulat. Perjalanannya ke Barat gagal menghantarkannya ke India, tapi sukses mengharumkan namanya sebagai penemu benua Amerika.
Dalam dunia sastra, novel berubah wujud dalam bentuk digital, bisa dibaca sekaligus dibajak. Sungguh menyedihkan sekaligus mengagumkan.
Namun satu hal yang berpotensi menghancurkan karakter agen perubahan adalah munculnya fenomena makhluk rebahan.
Manusia yang gemar goler-goler di kasur tidak membahayakan siapapun, asalkan bisa memastikan dirinya tetap tidak minta-minta makanan dan fasilitas mewah. Namun jika kebiasaan itu terus dipupuk, akan menghasilkan generasi yang dekat dengan kemalasan. Dan seperti kita tahu kemalasan adalah magnet bagi datangnya kemiskinan.
Hal ini diperparah dengan visi palsu bahwa seorang yang goleran di warkop, kamar kos atau pos ronda akan bisa terkenal dan dapat duit hanya dengan ngegame. Gamer kaya raya di Youtube jadi panutannya.
Tentu ini meresahkan, ya bund. Pemandangan jamak nan menggelikan ini mudah ditemui di manapun. Berbekal smartphone dan wifi gratisan mereka membunuh waktu, alih-alih memanfaatkannya untuk hal yang bermanfaat lainnya.
Mencoba hal baru |
Aku tidak melarang ataupun menghina mereka karen toh bukan aku yang memberi mereka uang buat ngegame. Namun ini adalah sebuah bagian dari rantai kehidupan sosial yang secara tidak langsung tentu akan mempengaruhi semua orang. Aku hanya berjuang agar bisa adil sejak di dalam kepala.
Aku sempat demikian, menjadi makhluk rebahan. Namun itu karena aku sudah lelah bekerja. Aku tidak suka ngegame, namun tergila-gila pada film dan buku.
Mencoba hal baru, aku manfaatkan hobi goleran sambil nonton supaya bisa dikonversi jadi duit. Contohnya bisa kalian lihat di blogku ini. Mulai 2021, aku makin sering mengisi rubrik review film.
Aku tak ingin terputus dengan Colombus, Amerigo Vespucci, Nikolas Tesla, Einstein, Soekarno, Pram, Bertrand Russel, CR7, Elon Musk ataupun Jack Ma. Aku ingin melanjutkan tradisi yang sudah ada sejak manusia lahir ke bumi, menjadi inovator yang suka mencoba hal baru.
Ke depannya, Catatan Adi juga akan merasakan itu semua, menjadi laboratorium kreatifitasku dalam memelihara jiwa-jiwa pembaharu.
Semoga bermanfaat buatmu. Terima kasih sudah membaca.
Sebagai bagian dari generasi digital sekarang ini, aku setuju bangett sama yang ditulis kak Adi. Karena aku sendiri merasakan betul, di samping segala inovasi di digital platforms, dan (sayangnya) dihantui era pandemi, bikin aku pribadi jadi senang rebahan🥲 Agak miris memang kalau kegiatan ini jadi fenomena sosial dan lama-lama dinormalisasi. Masalahnya, kalau semua orang (katakanlah) ingin jadi yutuber, gimana dengan profesi atau kehidupan lain di dunia nyata?🤔
BalasHapusBenar. Banyak orang mikir gampang jadi youtuber, padahal susah juga. Apalagi kalau ingin jadi youtuber yang menghasilkan uang.
Hapus