Dikejar Hantu
Cerita Misteri - Namaku Devina dan ini adalah pengalaman mistis yang pernah aku alami tiga tahun yang lalu, yakni ketika memutuskan pindah ke Jakarta.
Aku lahir dari keluarga broken home. Ibuku bercerai dengan ayahku sejak aku berusia sebelas tahun. Awalnya aku ikut ayah. Rasanya bahagia sekali. Aku merasa aman dan tentram. Namun kemudian ayah bangkrut sehingga terpaksa aku dan adikku ikut ibuku.
Ibuku bernama Sekar dan merupakan salah satu tokoh politik kenamaan di Indonesia. Wajahnya beberapa kali muncul di tv. Walau terlihat ramah dan cerdas, ia sebenarnya culas dan bodoh.
Ia galak dan selalu berkata kasar pada kami. Ia juga bodoh karena sebenarnya ia hanya dimanfaatkan oleh berondongnya, Kusnan yang bekerja sebagai sopir ibu.
Sudah lama Kusnan berhasil menaklukka ibuku. Ia sudah seperti suaminya sendiri. Masuk kamar hanya dengan celana dalam, mandi bersama ibuku hingga bercinta di depan kami.
Kusnan orangnya kasar. Ia sering memukuli ibuku dengan tangan ataupun benda-benda lainnya. Pernah ibuku diikat lalu dihajar habis-habisan karena menolak memberi uang bulanan sebesar empat puluh juta padanya.
Kusnan sudah berisitri dan beranak enam. Mereka semua tinggal di kampung. Setiap bulan Kusnan memberikan uang itu untuk mereka. Dengan itu, istrinya bisa beli rumah, mobil dan berbagai perhiasan. Anak-anaknya juga bersekolah dan masuk perguruan tinggi.
Kusna orangnya juga jahat. Ia pernah nyaris memperkosaku berkali-kali, namun gagal karena Tuhan masih sayang aku. Akhirnya ayahku datang dan menghajarnya. Kusnan nyaris mati. Ayahku berhasil membuat satu matanya buta.
Kusnan takut lalu pergi dari rumah. Namun nampaknya kemarahan ayahku sudah tak bisa dibendung lagi. Ia menghubungi beberapa temannya yang punya bisnis pembunuh bayaran.
Kusnan mati di rumah bordil di Surabaya, dengan dua belas tikaman di dada dan leher hampir putus. Ibuku ketakutan. Ia lalu menghubungi salah satu pacarnya yang berpofesi sebagai pengacara untuk melindunginya, takut ayahku marah.
Akhirnya ayahku memerintahkanku untuk kos saja. Adik tinggal bersama nenek di Braga, Bandung. Aku merdeka dan bebas.
"Vina, ini uang hasil penjualan rumah. Pakailah untuk kos dan kebutuhan sehari-hari. Nanti ayah kirim enam juta perbulan untuk biaya kuliah dan makanmu."
"Baik ayah. Terima kasih sudah repot untuk Vina".
"Ingat Vina, apapun yang terjadi ayah akan selalu ada untukmu".
Setahun berlalu semua baik-baik saja. Tetapi kemudian sebuah masalah muncul. Aku tidak tahu apa itu sebenarnya tetapi rasa-rasanya sungguh mengerikan.
Ketika aku mandi, aku merasa ada yang mengintip dari sela-sela pintu. Aku memang sering mandi dengan pintu terbuka. Terlebih jika ada pacarku, Zainal, di kos.
Pernah aku menghentikan aktivitas mandiku, lalu membuka pintu. Aku menuju kamar dan kulihat Zainal tertidur pulas. Lalu siapa yang mengintipku?
Berkali-kali pula aku dan Zainal cekcok karena masalah sepele, padahal kami sudah bertunangan. Ia merasa aku mudah marah dan agresif.
"Kamu kenapa tampar aku?"
"Karena kamu jahat, bad boy! Aku ga suka bad boy!"
"Aku ga selingkuh, Vin. Dari tadi aku dirumah sama Umi."
"Bohong, buktinya aku dengar suara-suara wanita ketika kita telepon atau Voice Call. Kamu pasti sembunyiin wanita BO di rumah kamu".
"Vin, sumpah. Kamu salah. Aku sendirian di rumah. Cuma sama Umi, itu aja beliau lagi pergi ke mushala."
"Pokoknya kita putus!"
Aku matikan handphone dan tidur. Ya, aku putus dengan Zainal. Walau kami sudah melakukan semua hal bersama, untung aku tidak bunting.
Zainal pemuda masa depan cerah. Ia staf ahli di kantor kementrian pusat dan kabarnya akan naik pangkat tahun depan. Sedang aku mahasiswi Filsafat yang cuma bisa rebahan sambil menghabiskan uang kiriman ayah dengan party, mabok serta pelesir bersama teman-teman cowokku.
Aku bersyukur. Mungkin Zainal layak mendapat yang lebih baik dariku. Aku langsung tidur, dengan pikiran yang masih penuh tanda tanya. Ada apa dengan diriku.
Tak lama ketika kupejamkan mata, tiba-tiba serasa ada tangan-tangan hitam yang memegang kepalaku, memijitnya. Kurasakan kenyamanan yang luar biasa. Lalu aku tenang, walau belum tertidur.
Kemudian kurasakan tangan-tangan yang sama menyentuh leherku dan mengelus-elusnya. Aku mengerang dan menggelinjang. Ia kemudian turun dan pada akhirnya seluruh tubuhku sudah dipijitnya.
Aku bangun. Hah, jam dua malam. Aku tidur selama lima jam. Aku langsung menuju kamar mandi dan mandi besar.
Itu bukan kejadian pertama dan terakhir. Sejak saat itu aku mengalaminya berulang kali. Hingga suatu kali, bahkan aku merasa tangan-tangan itu mencengkeram erat mahkotaku lalu mengkocoknya seperti ketika ibu mengkocok butir telur di mangkok. Rasanya nikmat sekali. Aku berguling-guling tak karuan. Aku menjerit tertahan.
Ketika aku bangun, keringat bercucuran membasahi tubuhku. Kamarku berantakan mirip ketika aku bercinta dengan Zainal dengan liarnya.
Aku sadari ada yang tidak beres. Aku menduga diriku kurang kasih sayang. Akupun agresif mencari pacar. Pertama, Pak Sobari target incaranku.
Beliau pria mapan dengan dua istri dan enam anak. Sejak penelitian tentang buku-buku Syiria kuno, aku dekat dengannya. Ia punya kemampuan di bidang sastra Arab klasik dan sejarah daerah teluk.
Namun hanya beberapa minggu saja kami bersama. Ia tak mampu mengimbangiku dalam banyak hal, terutama menurutnya aku terlalu agresif, labil dan mudah marah. Pupus sudah kisah cinta kami.
Lalu aku kembali menjalin hubungan, kali ini dengan Satria, seorang ojol ganteng yang lebih muda dariku.
Ia rutin kuberi uang jajan untuk dirinya dan istrinya. Aku juga sudah berkali-kali bepergian jauh dengannya. Semula semuanya indah hingga akhirnya berakhir kekecewaan juga. Ia terlalu penakut.
Kata Zahroh, sahabat baikku, aku dimintanya berpacaran dengan pria single. Entahlah, aku tidak terlalu suka lelaki jomblo. Zainalpun tadinya adalah tunangan dari seorang artis dangdut kelas C yang nyaris menikah, sebelum jatuh hati padaku.
Aku lalu menuruti nasihatnya. Aku berpacaran dengan Tino, seorang pengusaha mebel terkenal dari Lampung. Kandas juga. Lalu dengan Baskara dan Arnold. Satu orang Jawa anak bos minyak dan pengurus partai politik. Satu lagi cowok Cina pemilik kedai kopi yang nyaris bangkrut. Aku pacari mereka berdua, tetapi juga aku tidak puas.
Untung imajinasiku berhasil memuaskanku setiap saat. Ya, tangan-tangan itu makin lama makin berani. Aku juga heran. Sering ketika aku pulang dari kencan dobel dengan Baskara dan Arnold, aku langsung tertidur.
Begitu bangun, bajuku sudah terlempar entah kemana dan tubuhku dipenuhi keringat tidak sedap. Pertanda apakah ini? Apa aku makin gila? Aku sudah tidak waras? Tapi jujur aku menyukainya.
Hingga adikku meneleponku.
"Kak Vin, aku kenalin ya sama temanku. Dia asisten dosen. Baik loh. Dia sekarang sedang cuti buat penelitian di Jakarta."
"Boleh cakep ga orangnya?"
"Cakep kok. Manis. Item tapi manis."
"Item? Pasti kuat itu".
"Dasar! Ini kontaknya".
Namanya Boas. Ia dari timur dan memang sangat manis. Walau begitu aku kagum pada pendiriannya. Ia orang yang tenang dan berwibawa. Aku belum berhasil bercinta dengannya.
Suatu kali Boas mengantarku pulang. Aku lelah sekali setelah menonton konser band kesukaannya. Tanpa cuci muka aku langsung tidur.
Tiba-tiba tangan itu datang lagi. Kali ini ia sangat kasar. Aku tidak tahu ini nyata atau tidak, tetapi ia kini mencekikku. Seperti biasa aku pasrah, namun kali ini aku nyaris tak bisa bernafas.
Lalu bau busuk menyeruak. Kakiku ditindih. Aku dilucuti. Aku tak bisa teriak. Aku hanya bisa terengah-engah. Ini sakit. Aku tidak mau.
Aku berusaha menolak, tetapi aku tak kuasa. Bahkan kini samar-samar muncul sosok buruk rupa di hadapanku. Ternyata ini bukan imajinasiku. Makhluk ini nyata. Ia hantu. Wajanya rusak. Ada luka tusukan di dadanya. Lehernya mengalir darah segar. Ia, dia Kusnan yang nyaris memperkosaku ketika aku SMA.
Kusnan menindihku. Ia tertawa puas. Seluruh badanku dijelajahinya menggunakan jari-jari hitamnya. Aku menangis. Aku mau muntah.
Lalu tiba-tiba pintuku didobrak dari luar. Muncul sesosok pria hitam kekar. Dialah Boas. Ia menyeret hantu Kusnan dan membantingnya.
Kusnan lalu menyergap Boas dan mendorongnya hingga ia terpental. Dengan tangan-tangan hitamnya, Kusnan kini mencekik Boas. Pacarku nampaknya akan kalah hingga dia mengucapkan beberapa doa.
Kusnan menjerit. Ia menutupi telinganya. Boas lalu mengambil sebilah tongkat bambu kecil yang ia simpan di balik kemejanya. Ia tusuk hantu Kusnan. Lalu tiba-tiba setan itu berubah menjadi kepulan asap. Ia menuju ke arahku dan merasukiku. Aku kemudian serasa terbang tetapi Boas memegang kakiku dan melemparkanku ke kasur. Aku pingsan.
Entah sudah berapa lama aku pingsan, tetapi begitu aku bangun, ayah dan adikku sudah di sampingku.
"Minum ini dulu".
"Ayahku memberiku segelas ginseng panas".
"Ayah kok ada di sini?"
"Sebenarnya Boas itu suruhan ayah. Dia anak buah ayah."
Lalu muncul Boas. Anehnya mukanya lebam seperti habis berkelahi.
"Jadi kejadian ini nyata?"
Semua saling berpandangan. Lalu Boas berinisiatif menjawab.
"Sebenarnya tidak juga. Lihat, kamarmu tidak hancur khan?"
"Syukurlah. Aku tidak rela badanku diacak-acak Kusnan, walau cuma hantunya."
Mereka semua tertawa. Sejak saat itu aku ikut Ayah ke Sukabumi. Setahun kemudian aku menikah dengan Boas dan punya 2 anak. Itulah kisahku. Terima kasih sudah membaca. (Catatan Adi)
Teror Hantu Pembunuh |
Aku lahir dari keluarga broken home. Ibuku bercerai dengan ayahku sejak aku berusia sebelas tahun. Awalnya aku ikut ayah. Rasanya bahagia sekali. Aku merasa aman dan tentram. Namun kemudian ayah bangkrut sehingga terpaksa aku dan adikku ikut ibuku.
Ibuku bernama Sekar dan merupakan salah satu tokoh politik kenamaan di Indonesia. Wajahnya beberapa kali muncul di tv. Walau terlihat ramah dan cerdas, ia sebenarnya culas dan bodoh.
Ia galak dan selalu berkata kasar pada kami. Ia juga bodoh karena sebenarnya ia hanya dimanfaatkan oleh berondongnya, Kusnan yang bekerja sebagai sopir ibu.
Sudah lama Kusnan berhasil menaklukka ibuku. Ia sudah seperti suaminya sendiri. Masuk kamar hanya dengan celana dalam, mandi bersama ibuku hingga bercinta di depan kami.
Kusnan orangnya kasar. Ia sering memukuli ibuku dengan tangan ataupun benda-benda lainnya. Pernah ibuku diikat lalu dihajar habis-habisan karena menolak memberi uang bulanan sebesar empat puluh juta padanya.
Kusnan sudah berisitri dan beranak enam. Mereka semua tinggal di kampung. Setiap bulan Kusnan memberikan uang itu untuk mereka. Dengan itu, istrinya bisa beli rumah, mobil dan berbagai perhiasan. Anak-anaknya juga bersekolah dan masuk perguruan tinggi.
Kusna orangnya juga jahat. Ia pernah nyaris memperkosaku berkali-kali, namun gagal karena Tuhan masih sayang aku. Akhirnya ayahku datang dan menghajarnya. Kusnan nyaris mati. Ayahku berhasil membuat satu matanya buta.
Kusnan takut lalu pergi dari rumah. Namun nampaknya kemarahan ayahku sudah tak bisa dibendung lagi. Ia menghubungi beberapa temannya yang punya bisnis pembunuh bayaran.
Kusnan mati di rumah bordil di Surabaya, dengan dua belas tikaman di dada dan leher hampir putus. Ibuku ketakutan. Ia lalu menghubungi salah satu pacarnya yang berpofesi sebagai pengacara untuk melindunginya, takut ayahku marah.
Akhirnya ayahku memerintahkanku untuk kos saja. Adik tinggal bersama nenek di Braga, Bandung. Aku merdeka dan bebas.
"Vina, ini uang hasil penjualan rumah. Pakailah untuk kos dan kebutuhan sehari-hari. Nanti ayah kirim enam juta perbulan untuk biaya kuliah dan makanmu."
"Baik ayah. Terima kasih sudah repot untuk Vina".
"Ingat Vina, apapun yang terjadi ayah akan selalu ada untukmu".
Setahun berlalu semua baik-baik saja. Tetapi kemudian sebuah masalah muncul. Aku tidak tahu apa itu sebenarnya tetapi rasa-rasanya sungguh mengerikan.
Ketika aku mandi, aku merasa ada yang mengintip dari sela-sela pintu. Aku memang sering mandi dengan pintu terbuka. Terlebih jika ada pacarku, Zainal, di kos.
Pernah aku menghentikan aktivitas mandiku, lalu membuka pintu. Aku menuju kamar dan kulihat Zainal tertidur pulas. Lalu siapa yang mengintipku?
Berkali-kali pula aku dan Zainal cekcok karena masalah sepele, padahal kami sudah bertunangan. Ia merasa aku mudah marah dan agresif.
"Kamu kenapa tampar aku?"
"Karena kamu jahat, bad boy! Aku ga suka bad boy!"
"Aku ga selingkuh, Vin. Dari tadi aku dirumah sama Umi."
"Bohong, buktinya aku dengar suara-suara wanita ketika kita telepon atau Voice Call. Kamu pasti sembunyiin wanita BO di rumah kamu".
"Vin, sumpah. Kamu salah. Aku sendirian di rumah. Cuma sama Umi, itu aja beliau lagi pergi ke mushala."
"Pokoknya kita putus!"
Aku matikan handphone dan tidur. Ya, aku putus dengan Zainal. Walau kami sudah melakukan semua hal bersama, untung aku tidak bunting.
Zainal pemuda masa depan cerah. Ia staf ahli di kantor kementrian pusat dan kabarnya akan naik pangkat tahun depan. Sedang aku mahasiswi Filsafat yang cuma bisa rebahan sambil menghabiskan uang kiriman ayah dengan party, mabok serta pelesir bersama teman-teman cowokku.
Aku bersyukur. Mungkin Zainal layak mendapat yang lebih baik dariku. Aku langsung tidur, dengan pikiran yang masih penuh tanda tanya. Ada apa dengan diriku.
Tak lama ketika kupejamkan mata, tiba-tiba serasa ada tangan-tangan hitam yang memegang kepalaku, memijitnya. Kurasakan kenyamanan yang luar biasa. Lalu aku tenang, walau belum tertidur.
Kemudian kurasakan tangan-tangan yang sama menyentuh leherku dan mengelus-elusnya. Aku mengerang dan menggelinjang. Ia kemudian turun dan pada akhirnya seluruh tubuhku sudah dipijitnya.
Aku bangun. Hah, jam dua malam. Aku tidur selama lima jam. Aku langsung menuju kamar mandi dan mandi besar.
Itu bukan kejadian pertama dan terakhir. Sejak saat itu aku mengalaminya berulang kali. Hingga suatu kali, bahkan aku merasa tangan-tangan itu mencengkeram erat mahkotaku lalu mengkocoknya seperti ketika ibu mengkocok butir telur di mangkok. Rasanya nikmat sekali. Aku berguling-guling tak karuan. Aku menjerit tertahan.
Ketika aku bangun, keringat bercucuran membasahi tubuhku. Kamarku berantakan mirip ketika aku bercinta dengan Zainal dengan liarnya.
Aku sadari ada yang tidak beres. Aku menduga diriku kurang kasih sayang. Akupun agresif mencari pacar. Pertama, Pak Sobari target incaranku.
Beliau pria mapan dengan dua istri dan enam anak. Sejak penelitian tentang buku-buku Syiria kuno, aku dekat dengannya. Ia punya kemampuan di bidang sastra Arab klasik dan sejarah daerah teluk.
Namun hanya beberapa minggu saja kami bersama. Ia tak mampu mengimbangiku dalam banyak hal, terutama menurutnya aku terlalu agresif, labil dan mudah marah. Pupus sudah kisah cinta kami.
Lalu aku kembali menjalin hubungan, kali ini dengan Satria, seorang ojol ganteng yang lebih muda dariku.
Ia rutin kuberi uang jajan untuk dirinya dan istrinya. Aku juga sudah berkali-kali bepergian jauh dengannya. Semula semuanya indah hingga akhirnya berakhir kekecewaan juga. Ia terlalu penakut.
Kata Zahroh, sahabat baikku, aku dimintanya berpacaran dengan pria single. Entahlah, aku tidak terlalu suka lelaki jomblo. Zainalpun tadinya adalah tunangan dari seorang artis dangdut kelas C yang nyaris menikah, sebelum jatuh hati padaku.
Aku lalu menuruti nasihatnya. Aku berpacaran dengan Tino, seorang pengusaha mebel terkenal dari Lampung. Kandas juga. Lalu dengan Baskara dan Arnold. Satu orang Jawa anak bos minyak dan pengurus partai politik. Satu lagi cowok Cina pemilik kedai kopi yang nyaris bangkrut. Aku pacari mereka berdua, tetapi juga aku tidak puas.
Untung imajinasiku berhasil memuaskanku setiap saat. Ya, tangan-tangan itu makin lama makin berani. Aku juga heran. Sering ketika aku pulang dari kencan dobel dengan Baskara dan Arnold, aku langsung tertidur.
Begitu bangun, bajuku sudah terlempar entah kemana dan tubuhku dipenuhi keringat tidak sedap. Pertanda apakah ini? Apa aku makin gila? Aku sudah tidak waras? Tapi jujur aku menyukainya.
Hingga adikku meneleponku.
"Kak Vin, aku kenalin ya sama temanku. Dia asisten dosen. Baik loh. Dia sekarang sedang cuti buat penelitian di Jakarta."
"Boleh cakep ga orangnya?"
"Cakep kok. Manis. Item tapi manis."
"Item? Pasti kuat itu".
"Dasar! Ini kontaknya".
Namanya Boas. Ia dari timur dan memang sangat manis. Walau begitu aku kagum pada pendiriannya. Ia orang yang tenang dan berwibawa. Aku belum berhasil bercinta dengannya.
Suatu kali Boas mengantarku pulang. Aku lelah sekali setelah menonton konser band kesukaannya. Tanpa cuci muka aku langsung tidur.
Tiba-tiba tangan itu datang lagi. Kali ini ia sangat kasar. Aku tidak tahu ini nyata atau tidak, tetapi ia kini mencekikku. Seperti biasa aku pasrah, namun kali ini aku nyaris tak bisa bernafas.
Lalu bau busuk menyeruak. Kakiku ditindih. Aku dilucuti. Aku tak bisa teriak. Aku hanya bisa terengah-engah. Ini sakit. Aku tidak mau.
Aku berusaha menolak, tetapi aku tak kuasa. Bahkan kini samar-samar muncul sosok buruk rupa di hadapanku. Ternyata ini bukan imajinasiku. Makhluk ini nyata. Ia hantu. Wajanya rusak. Ada luka tusukan di dadanya. Lehernya mengalir darah segar. Ia, dia Kusnan yang nyaris memperkosaku ketika aku SMA.
Kusnan menindihku. Ia tertawa puas. Seluruh badanku dijelajahinya menggunakan jari-jari hitamnya. Aku menangis. Aku mau muntah.
Lalu tiba-tiba pintuku didobrak dari luar. Muncul sesosok pria hitam kekar. Dialah Boas. Ia menyeret hantu Kusnan dan membantingnya.
Kusnan lalu menyergap Boas dan mendorongnya hingga ia terpental. Dengan tangan-tangan hitamnya, Kusnan kini mencekik Boas. Pacarku nampaknya akan kalah hingga dia mengucapkan beberapa doa.
Kusnan menjerit. Ia menutupi telinganya. Boas lalu mengambil sebilah tongkat bambu kecil yang ia simpan di balik kemejanya. Ia tusuk hantu Kusnan. Lalu tiba-tiba setan itu berubah menjadi kepulan asap. Ia menuju ke arahku dan merasukiku. Aku kemudian serasa terbang tetapi Boas memegang kakiku dan melemparkanku ke kasur. Aku pingsan.
Entah sudah berapa lama aku pingsan, tetapi begitu aku bangun, ayah dan adikku sudah di sampingku.
"Minum ini dulu".
"Ayahku memberiku segelas ginseng panas".
"Ayah kok ada di sini?"
"Sebenarnya Boas itu suruhan ayah. Dia anak buah ayah."
Lalu muncul Boas. Anehnya mukanya lebam seperti habis berkelahi.
"Jadi kejadian ini nyata?"
Semua saling berpandangan. Lalu Boas berinisiatif menjawab.
"Sebenarnya tidak juga. Lihat, kamarmu tidak hancur khan?"
"Syukurlah. Aku tidak rela badanku diacak-acak Kusnan, walau cuma hantunya."
Mereka semua tertawa. Sejak saat itu aku ikut Ayah ke Sukabumi. Setahun kemudian aku menikah dengan Boas dan punya 2 anak. Itulah kisahku. Terima kasih sudah membaca. (Catatan Adi)
Posting Komentar untuk "Dikejar Hantu"
Pembaca yang baik adalah yang menulis komentar sebelum pergi. Komentar Anda akan muncul setelah kami review. Dilarang menuliskan link hidup apapun.