Hidup Sederhana untuk Mencapai Kualitas Hakiki
Esai Lepas - Work From Home dan histeria sosial saat ini mengajarkan banyak hal padaku, yakni pentingnya kembali hidup sederhana.
Aku ingat ketika Ayah harus keluar dari pekerjaannya paska chaos 1998. Suharto yang korup turun, namun masalah yang sebenarnya bermunculan. Kekerasan, krisis ekonomi dan bencana kemanusiaan muncul dimana-mana. Hal ini berpengaruh juga akhirnya pada keluargaku.
Aku ingat saat itu ibu dan ayah mati-matian berjuang agar kami bisa makan dan sekolah, dua hal terpenting dalam hidup bagi orang tua kami.
Mereka menanam berbagai sayuran, memelihara ayam dan mengatur pengeluara seketat mungkin. Aku berjuang mencari beasiswa walau gagal karena beberapa oknum guru saat itu tebang pilih plus rasis.
Akhirnya kami semua berhasil melalui itu semua. Dua adikkku lulus sebagian ujian hidup lalu menikmati kesuksesan. Satu di negeri orang, satu di pulau seberang. Tinggal aku menemani ayah ibuku di sini.
Apa yang aku alami mungkin sedikit berbeda saat ini. Aku memang tidak bekerja di kantor, tetapi masih dapat gaji. Lumayan untuk bertahan hidup. Tetapi sampai kapan? Akhirnya setelah berdoa dan berefleksi, kuputuskan mengubah gaya hidup. Menjadi lebih sederhana.
Keluargaku mulai menanam banyak sayuran kembali. Ada kangkung, sawi, bayam, dan tomat. Juga cabe plus pepaya. Semua setidaknya akan membuat kami tidak kelaparan.
Selain itu aku benar-benar mengatur pengeluaran. Berusaha hemat sekuat mungkin. Tidak ada jajan apalagi untuk jalan-jalan.
Keseimbangan perlu dijaga. Alam kadang ramah tapi juga bisa marah. Semua karena tidak seimbang, termasuk diri kita.
Aku menulis untuk menjaga tetap waras dan seimbang. Tidak asal hidup dan berkembang biak saja. Harus ada kontribusi pada kehidupan, sekecil apapun itu.
Aku tertarik akan filsafat hidup sederhana, yang kini menjangkiti orang-orang di Jepang, Amerika maupun Eropa. Mereka beramai-ramai pindah ke gunung, hutan, desa dan pantai demi menjaga kehidupan yang privat, nyaman, dan dekat dengan alam.
Terkadang memang mendekat pada alam jauh lebih baik daripada memiliki tetangga yang kurang ajar. Ada saja emosi yang diaduk-aduk. Aku rindu alam desa seperti ketika aku kecil. Mungkin tak seindah gambaran desa-desa di Swiss yang sejuk dengan padang luas membentang dan sapi-sapi bermain indah. Suara lonceng gereja yang sayup-sayup indah, disertai burung-burung berkicau dan desiran angin membelah langit. Sungguh indah. Tetapi jika tak ada, maka hidup sederhana tanpa pengganggu sudah cukup bagiku.
Memilih menjadi sederhana itu tidak mudah, terlebih ketika dalam fase hidup sebelumnya kita terlalu bernafsu untuk mengajak kefanaan. Semua harus ditinggalkan, minimal dikurangi. Mampukan kita?
Aku tak lagi ingin banyak mimpi dan cita-cita. Semua hanya mengarah pada beban hidup yang berat. Mulai kuseleksi tujuan hidupku. Kuperingkas menjadi hanya beberapa saja.
Semua mengalir, pantha rhei. Bahkan hidup ini sebenarnya hanya mengikuti aliran yang tak kasat mata yang membuat kita terpana tanpa sadar. Bedanya, kau bisa memilih mengalir kemana.
Sudah kuputuskan untuk menjadi lebih simpel. Kumatikan tivi dan sosial media. Kutingkatkan kuantitas menulisku berharap kualitasnya juga meningkat. Aku memilih dan memilah lalu mengurangi daripada menjumlah. Semakin kita mengurangi semakin ringan beban kita untuk naik ke level yang lebih tinggi. Mungkin aku akan menjadi penganut agama Kristen yang saleh atau pertapa yang atheis, tidak ada yang tahu.
5 Mei 2020
Dari ruang imaji untuk hidup yang hakiki.
Kepada semua pembaca Catatan Adi.
Aku ingat ketika Ayah harus keluar dari pekerjaannya paska chaos 1998. Suharto yang korup turun, namun masalah yang sebenarnya bermunculan. Kekerasan, krisis ekonomi dan bencana kemanusiaan muncul dimana-mana. Hal ini berpengaruh juga akhirnya pada keluargaku.
Aku ingat saat itu ibu dan ayah mati-matian berjuang agar kami bisa makan dan sekolah, dua hal terpenting dalam hidup bagi orang tua kami.
Mereka menanam berbagai sayuran, memelihara ayam dan mengatur pengeluara seketat mungkin. Aku berjuang mencari beasiswa walau gagal karena beberapa oknum guru saat itu tebang pilih plus rasis.
Akhirnya kami semua berhasil melalui itu semua. Dua adikkku lulus sebagian ujian hidup lalu menikmati kesuksesan. Satu di negeri orang, satu di pulau seberang. Tinggal aku menemani ayah ibuku di sini.
Apa yang aku alami mungkin sedikit berbeda saat ini. Aku memang tidak bekerja di kantor, tetapi masih dapat gaji. Lumayan untuk bertahan hidup. Tetapi sampai kapan? Akhirnya setelah berdoa dan berefleksi, kuputuskan mengubah gaya hidup. Menjadi lebih sederhana.
Keluargaku mulai menanam banyak sayuran kembali. Ada kangkung, sawi, bayam, dan tomat. Juga cabe plus pepaya. Semua setidaknya akan membuat kami tidak kelaparan.
Selain itu aku benar-benar mengatur pengeluaran. Berusaha hemat sekuat mungkin. Tidak ada jajan apalagi untuk jalan-jalan.
Keseimbangan perlu dijaga. Alam kadang ramah tapi juga bisa marah. Semua karena tidak seimbang, termasuk diri kita.
Aku menulis untuk menjaga tetap waras dan seimbang. Tidak asal hidup dan berkembang biak saja. Harus ada kontribusi pada kehidupan, sekecil apapun itu.
Aku tertarik akan filsafat hidup sederhana, yang kini menjangkiti orang-orang di Jepang, Amerika maupun Eropa. Mereka beramai-ramai pindah ke gunung, hutan, desa dan pantai demi menjaga kehidupan yang privat, nyaman, dan dekat dengan alam.
Terkadang memang mendekat pada alam jauh lebih baik daripada memiliki tetangga yang kurang ajar. Ada saja emosi yang diaduk-aduk. Aku rindu alam desa seperti ketika aku kecil. Mungkin tak seindah gambaran desa-desa di Swiss yang sejuk dengan padang luas membentang dan sapi-sapi bermain indah. Suara lonceng gereja yang sayup-sayup indah, disertai burung-burung berkicau dan desiran angin membelah langit. Sungguh indah. Tetapi jika tak ada, maka hidup sederhana tanpa pengganggu sudah cukup bagiku.
Memilih menjadi sederhana itu tidak mudah, terlebih ketika dalam fase hidup sebelumnya kita terlalu bernafsu untuk mengajak kefanaan. Semua harus ditinggalkan, minimal dikurangi. Mampukan kita?
Aku tak lagi ingin banyak mimpi dan cita-cita. Semua hanya mengarah pada beban hidup yang berat. Mulai kuseleksi tujuan hidupku. Kuperingkas menjadi hanya beberapa saja.
Semua mengalir, pantha rhei. Bahkan hidup ini sebenarnya hanya mengikuti aliran yang tak kasat mata yang membuat kita terpana tanpa sadar. Bedanya, kau bisa memilih mengalir kemana.
Sudah kuputuskan untuk menjadi lebih simpel. Kumatikan tivi dan sosial media. Kutingkatkan kuantitas menulisku berharap kualitasnya juga meningkat. Aku memilih dan memilah lalu mengurangi daripada menjumlah. Semakin kita mengurangi semakin ringan beban kita untuk naik ke level yang lebih tinggi. Mungkin aku akan menjadi penganut agama Kristen yang saleh atau pertapa yang atheis, tidak ada yang tahu.
Gaya hidup sederhana |
5 Mei 2020
Dari ruang imaji untuk hidup yang hakiki.
Kepada semua pembaca Catatan Adi.
Posting Komentar untuk "Hidup Sederhana untuk Mencapai Kualitas Hakiki"
Pembaca yang baik adalah yang menulis komentar sebelum pergi. Komentar Anda akan muncul setelah kami review. Dilarang menuliskan link hidup apapun.