Sejarah Sepakbola
Sejarah Sepakbola - Di Amerika Serikat ia disebut Soccer. Publik Italia memanggilnya Calcio. Orang-orang Cina kuno memberi nama Tsu-chu. Sedang dalam bahasa Indonesia ia dikenal dengan nama sepak bola. Kini, olahraga gocek-menggocek bola itu muncul sebagai olahraga paling populer di jagat raya. Dimainkan mulai dari gang-gang sempit di jalanan metropolitan kota Paris, hingga padang luas membentang di pedalaman Papua.
Olahraga yang satu ini pun berkembang dengan pesat, dari sebuah permainan barbar penuh darah menjadi ladang bisnis bagi para kapitalis industri. Bahkan sepak bola menjadi mata pencaharian utama bagi jutaan orang. Entah sebagai pemain profesional, sampai pedagang minunan mineral yang berkeliling di stadion.
Awal mula sepakbola sebagai sebuah olahraga bergengsi sebetulnya gampang-gampang susah untuk dilacak.
Olahraga yang satu ini pun berkembang dengan pesat, dari sebuah permainan barbar penuh darah menjadi ladang bisnis bagi para kapitalis industri. Bahkan sepak bola menjadi mata pencaharian utama bagi jutaan orang. Entah sebagai pemain profesional, sampai pedagang minunan mineral yang berkeliling di stadion.
Sejarah Sepakbola |
Awal mula sepakbola sebagai sebuah olahraga bergengsi sebetulnya gampang-gampang susah untuk dilacak.
Sejarah Sepakbola sebagai olahraga industri sendiri bermula dari terbentuknya klub sepak bola yang menjadi awal bagi munculnya sistem kompetisi yang modern, profesional dan berkelas. Klub sepak bola didirikan oleh perseorangan atau kelompok (yayasan, pemerintah, bahkan perusahaan) untuk berlaga di sebuah kompetisi.
Saking populernya sepak bola, maka hampir di setiap negara memiliki setidaknya satu kompetisi tingkat nasional, entah itu sudah berlabel profesional penuh, semi profesional, atau amatir. Memang tak mudah bagi sebuah kompetisi untuk mendapat label profesional penuh. Ada berbagai syarat yang harus dipenuhi.
Suatu kompetisi tingkat nasional (biasanya berbentuk liga) diikuti oleh beberapa klub. Jumlah klub peserta sendiri bervariasi di tiap negara. Di negara-negara raksasa sepak bola asal Eropa, jumlah peserta liga domestik regulernya adalah 20 klub (liga Italia, Jerman, Inggris, Belanda, Perancis, dll). Walau begitu ada juga beberapa kompetisi yang anggota pesertanya kurang dari 20 klub, semacam liga Rusia dengan 16 klub peserta dan bahkan liga Skotlandia yang hanya memiliki 12 klub peserta.
Selain itu biasanya tiap liga yang sudah menyandang label profesional, memiliki lebih dari satu kasta. Kasta teratas ialah kasta utama, lalu diikuti kasta-kasta yang lebih rendah. Seperti misalnya di Inggris. Kompetisi kasta tertingginya disebut EPL atau English Primere League.
Di kasta inilah tim-tim kuat semacam Liverpool, Manchester City, Chelsea, Newcastle United, Tothenham Hotspurs dan Manchester United berlaga.
Sedang di bawah BPL, ada kompetisi yang bernama Liga Championship (Championship League). Setiap akhir musimnya, empat tim terbawah BPL akan melorot ke Liga Championship ini. Sebaliknya, empat tim teratas Liga Championship akan ‘naik derajat’ ke BPL.
Dibawah nya masih ada beberapa kompetisi lagi, yakni berturut-turut dari yang tertinggi: Liga Satu, Liga Dua, dan Liga Conference. Hal yang tak jauh berbeda juga ada di negeri-negeri Eropa lainnya macam Jerman, Italia, Belanda dan Perancis.
Jika ditotal, maka dari empat negara yang disebutkan tadi plus Inggris, terdapat lebih dari 1000 klub sepak bola profesional dan semi profesional. Banyaknya klub menandakan bagaimana gairah bangsa Eropa pada olahraga mengocek dan menendang si kulit bundar ini.
Khusus di Eropa, mayoritas rakyat di benua biru itu benar-benar memuja sepak bola. Selain di Eropa, Amerika Selatan juga adalah tempat di mana sepak bola begitu di puja. Di Argentina, Meksiko, Uruguay dan Cili, kompetisi liga utamanya bernama liga Apertura dan Clausura. Tak kalah dengan Eropa, masyarakat Amerika Latin (sebutan untuk Amerika Selatan) juga sangat memulyakan sepak bola.
Kini, kompetisi sepak bola sudah bermunculan di berbagai belahan dunia. Bahkan negeri mungil macam Singapura atau republik yang baru merdeka macam Kroasia juga sudah punya liga domestik yang terbilang mapan. Sepak bola memang telah menjadi ‘wabah’ yang menghinggapi milyaran manusia di seluruh penjuru dunia.
Baca juga : Sejarah Bayern Munchen, Raksasa Sepakbola dari Bundesliga.
Negara tempat lahirnya sepakbola adalah masih diselimuti misteri. Ada banyak versi mengenai awal dan asal muasal olahraga yang satu ini. Waktu serta tempat kelahirannya pun masih diperdebatkan hingga sekarang. Setidaknya ada delapan bangsa yang menjadi tersangka kuat sebagai pencipta permainan sepak bola. Mereka adalah: Mesir, India, Jepang, Cina, Irlandia, Italia, Yunani, dan Skotlandia.
Tapi menurut rilis resmi dari FIFA, bangsa Cina tercatat sebagai bangsa yang paling awal menjadi pencetus permainan sepak bola., Orang-orang sebelum dinasti Han, Cina, sudah mengenal sebuah permainan sederhana di mana para pemainnya menggiring sebuah bola kecil untuk dimasukkan ke dalam semacam jaring. Permainan yang kemudian dikenal dengan nama tsu chu itu mulai dimainkan sekitar 2000 tahun sebelum Masehi.
Permainan kuno tersebut (baca: tsu chu) biasanya dimainkan pada saat perayaan hari ulang tahun Kaisar atau pada perayaan-perayaan hari penting lainnya. Pada perkembangannya, tsu chu digunakan sebagai menu latihan untuk memperkuat fisik dan keterampilan para tentara kerajaan.
Dalam permainan ini, para pemain harus memasukkan bola ke dalam sebuah gawang. Gawangnya sendiri terbuat dari bambu yang diberi jaring. Para pemain tidak diperkenankan menggunakan tangan. Permainan ini sangat digemari pada masa itu.
Sedang di Italia, orang-orang Romawi mulai memainkan sebuah permainan yang mirip dengan sepak bola modern. Permainan ini bernama harpastrum. Permainan ini sendiri diambil oleh bangsa Romawi dari kebudayaan Yunani kuno. Bangsa Romawi memang dikenal sebagai bangsa penakluk. Setelah menaklukkan sebuah bangsa, orang-orang Romawi kemudian juga sering mengambil kebudayaan dari bangsa taklukkannya tersebut, termasuk permainan harpastrum ini.
Sebelum dirampok oleh orang Romawi, permainan ini sudah dikenal oleh orang Yunani ratusan tahun sebelum Masehi. Selain bernama harpastrum, permainan ini juga dikenal dengan nama episkyro. Jumlah pemainnya sangat banyak dan berubah-ubah sesuai kesepakatan. Bahkan sering permainan ini dimainkan oleh lebih dari seratus orang. Kerusuhan pun sering mewarnai permainan ini.
Penulis Romawi, Horatius Flaccus dan Virgilius Maro menyebut Harpastrum sebagai permainan biadab. Suatu kali harpastrum pernah dimainkan oleh lebih dari 100 orang. Karena itu sepak bola lebih mirip kerusuhan massal. Kerusuhan tidak hanya terjadi di lapangan (yang pada waktu itu sangat luas bahkan mencapai lebih dari dua kilometer), tapi juga oleh para penonton. Inilah awal mula kerusuhan sepak bola paling awal di dunia.
Lantas, seiring dengan ekspansi orang-orang Romawi ke seluruh penjuru Eropa dan dunia, harpastrum pun ikut tersebar. Salah satunya di daratan Inggris Raya. Di sini, harpastrum dikenal dengan nama Mob Football. Permainan adopsi dari Romawi ini pun mengalami perkembangan yang cukup pesat pula. Tercatat, permainan ini cukup digemari oleh publik Inggris, terutama oleh para tentaranya.
Setelah mengusir para penjajah Romawi,orang-orang Inggris pun mulai memainkan Mob Football secara luas, setidaknya hingga pada zaman pemerintahan pangeran Edward II berdiri. Penguasa Inggris yang baru itu ternyata memandang permainan ini sebagai sebuah permainan barbar karena sarat dengan kekerasan.
Pangeran Edward II pun kemudian memutuskan untuk melarang permainan itu di seluruh Inggris. Hal itu terjadi tepatnya pada tahun 1314. Ia menilai mob football berpotensi menimbulkan sebuah kerusuhan. Penerusnya, Pangeran Edward III juga melakukan hal yang sama. Memang mob football pada waktu itu tidak memiliki aturan yang ketat. Satu-satunya aturan adalah; ‘jangan membunuh lawan mainmu!’.
Walaupun perkembangan sepak bola di Inggris berhenti, tetapi nyatanya permainan yang sama justru hidup lagi di tanah Italia. Orang-orang Italia, yang adalah keturunan orang-orang Romawi, menemukan sebuah permainan yang sangat mirip sepak bola. Permainan ini kemudian diberi nama calcio. Permainan ini mulai berkembang pada sekitar abad 15.
Permainan calco sendiri mempertemukan dua buah tim yang masing-masing memiliki jumlah pemain yang sama. Jumlah pemain setiap timnya sendiri sangat banyak, bisa mencapai 30 pemain. Aturannya pun cukup mudah, yakni berusaha menggiring atau menendang bola untuk melewati garis gol (sebagai pengganti gawang).
Permainan ini sangat populer di negeri pizza itu. Seorang Inggris bernama Richard Mulchester kemudian membawa permainan calcio ini (kembali) ke Inggris. Bahkan kemudian calcio masuk ke dalam kurikulum di berbagai sekolah-sekolah dasar dan menengah di Inggris.
Tetapi ternyata permainan baru ini kembali mendapat tantangan. Adalah ratu Elizabeth I yang kemudian mengancam siapa saja yang memainkan permainan ini dengan hukuman kurungan penjara. Selain pihak kerajaan, golongan Kristen puritan juga membenci permainan ini dan menyebutnya dengan nama ‘permainan iblis yang penuh dengan kekerasan’.
Tapi larangan ini ternyata tidak terlalu efektif. Bahkan pada saat itu, mob football juga mulai menyebar ke negeri Perancis. Di sana, permainan ini disebut choule dan dimainkan pula oleh para bangsawannya.
Akhirnya di tahun 1848, permainan ini diteliti oleh para sarjana dan cendekiawan di Universitas Cambridge, Inggris. Pada tahun 1863, Football Association (FA) pun didirikan. FA sendiri adalah sebuah badan sepak bola Inggris yang tercatat sebagai asosiasi sepak bola tertua, bahkan jauh lebih tua dari FIFA (federasi sepak bola sedunia). Karena asosiasi sepak bola serta kompetisi sepak bola pertama ada di Inggris, orang Inggris pun merasa bahwa tanah mereka adalah tanah air asal sepak bola.
Baca juga : Jadi Fans Liverpool Tidak Segampang itu, Bambang!
Selanjutnya, seiring dengan semakin besarnya ekspansi kerajaan Inggris, sepak bola pun menyebar ke seluruh penjuru dunia. Walau persebarannya sangat identik dengan penjajahan, tetapi di banyak negara, sepak bola justru sangat dekat dengan nafas patriotisme dan keinginan untuk merdeka. Seperti yang terjadi pada klub Barcelona, sebuah klub sepak bola yang bermarkas di wilayah Catalan, Spanyol.
Dahulu, di wilayah ini pernah berdiri sebuah negara bernama Republik Catalan. Penduduknya negeri ini disebut bangsa Catalonia/Catalan. Tetapi pada tahun 1936, negeri ini jatuh ketangan Spanyol yang kemudian menganeksasinya hingga hari ini.
Bagi bangsa Catalonia, Barcelona bukan hanya sebuah klub sepak bola. Barcelona (nama resmi: Futbol Club Barcelona atau disingkat FCB), adalah simbol paling nyata bagi eksistensi mereka. Bangsa Catalonia sendiri masih merasa hidup dalam penjajahan negara Spanyol. Pada zaman Jendral Franco, seorang nasionalis sekaligus diktator Spanyol yang berkuasa di era perang dunia kedua, bahasa dan kebudayaan orang Catalonia dihapus.
Satu-satunya yang tersisa dari bangsa Catalonia adalah Barcelona. Walau begitu, klub ini juga tidak lepas dari kekejaman pemerintah Franco. Pernah pada suatu kali, ketika Barcelona bertemu Real Madrid, Franco memaksa Barcelona untuk mengalah. Pertandingan itu sendiri berakhir dengan skor 11-1 untuk Real Madrid. Sebuah hal yang sangat dibanggakan oleh sang Jenderal.
Real Madrid sendiri adalah simbol kewibaan negara. Selain itu, El Real (julukan Real Madrid) adalah tim kesayangan Jendral Franco. Itu mengapa pada zaman dulu, pemerintah pusat Spanyol selalu memberi dukungan yang dinilai berlebihan kepada tim asal ibukota ini.
Sampai saat ini, selalu ada sebuah semboyan yang masih tertanam dengan kuat di kalangan warga dan pemain Barcelona kelahiran Catalan asli. Mereka boleh kalah dengan siapa saja, asal tidak dengan Real Madrid. Duel dua tim tersukses di Spanyol ini pun sering diwarnai kerusuhan, di dalam maupun di luar lapangan.
Selain Catalanio, bangsa Basque, juga merasakan hal yang sama: dijajah oleh orang Spanyol. Maka klub-klub asal Basque selalu berlipat semangatnya ketika berlaga melawan Real Madrid. Ini bukan hanya soal kemenangan, tetapi soal harga diri dan martabat bangsa Basque.
Kekerasan dalam sepak bola sendiri lebih banyak dilakukan oleh para suporter. Hooligans, begitu orang Inggris menyebutnya. Inggris sendiri dikenal sebagai negara dengan jumlah kelompok Hooligans terbanyak di dunia. Bahkan hampir tiap klub di liga Inggris memiliki fans garis kerasnya masing-masing.
Yang paling terkenal tentu saja kelompok Liverpudlian atau Kopites, sebutan untuk pendukung setia Liverpool. Mereka pernah terlibat dalam sebuah kerusuhan besar pada 1985 dengan para Juventini (pendukung tim sepak bola Juventus, Italia). Kerusuhan yang berlangsung di kota Heysel, Belgia itu menewaskan 39 orang dan ratusan lainnya terluka parah. Akibatnya klub-klub asal Inggris dilarang untuk mengikuti kompetisi Eropa selama lima tahun.
Selain itu Kopites punya beberapa musuh tradisional, yakni para Manchunian dan Evertonian. Manchunian adalah sebutan penggemar klub sepak bola Manchester United. Bersama dengan Liverpool, MU dikenal sebagai dua klub tersukses di Inggris. Maka duel keduanya (sering disebut derby of England) diangap sebagai pembuktian siapa yang paling layak menjadi the real champ di ranah Inggris. Sama seperti duel Bayern Munchen dan BVB Borussia Dortmund demi membuktikan siapa terhebat di Bundesliga.
Sedang evertonian adalah nama bagi penggemar klub Everton. Klub itu adalah klub yang berasal dari wilayah yang sama, yakni Merseyside. Duel keduanya pun sering disebut derby of Merseyside.
Sedang di Italia dan beberapa negara lain, suporter fanatik biasa disebut Ultras. Ultras sendiri juga tak kalah mengerikan dengan hooligans Inggris. Italia tercatat sebagai negara dengan jumlah ultras yang cukup besar. Salah satu ultras paling mengerikan adalah ultras Laziale (pendukung setia Lazio). Mereka terkenal kejam, keras dan rasis.
Berbicara mengenai rasisme, para pendukung Glasgow Celtic dan Glasgow Ranger juga memiliki hal itu. Glasgow Celtic sendiri adalah sebuah klub asal Skotlandia yang sangat kental dengan nuansa Katholik.
Tim yang berdiri di tahun 1988 ini memiliki basis kuat imigran Irlandia yang hampir semuanya beragama Katholik. Mereka juga dikabarkan dekat dengan IRA (organisasi perjuangan rakyat Irlandia Katholik yang berjuang untuk kemerdekaan Irlandia dan Irlandia Utara dari Inggris). Sering lagu-lagu bertema IRA maupun Irlandia dinyayikan oleh para hooligan Celtic.
Sedangkan tetangga mereka, Glasgow Ranger, adalah sebuah klub yang memiliki pendukung para loyalis kerajaan Inggris. Berlawanan dengan Celtic, mereka mayoritas berasal dari kaum Protestan yang setia kepada kerajaan Inggris. Mereka kerap menyanyikan lagu berjudul Billy Boys, sebuah lagu yang liriknya sangat menghina kaum Katholik Irlandia.
Duel dua tim asal Glasgow ini pun tak pernah sepi dari kerusuhan. Berkali-kali berbagai pihak mencoba untuk mendamaikan dua tim ini, namun semuanya selalu sia-sia. Ini karena Glasgow (baik Celtic maupun Ranger) sudah menjadi identitas yang erat dengan idiologi dan agama.
Tetapi dari semua suporter klub sepak bola, yang paling ganas dan mengerikan adalah suporter milik tim Red Star Belgrado, Serbia. Mereka menamakan diri mereka dengan sebutan Delije (pahlawan). Delije sendiri selain menjadi pendukung setia FK Crvena Zvezda (sebutan lain Red Star Belgrado dalam bahasa Serbia), juga adalah pendukung utama tentara Serbia dalam perang melawan pemberontak KLA (kelompok pemberontak yang mayoritas dari komunitas orang Kosovo keturunan Albania dalam perang Kosovo) dan Tentara Regular Kroasia (dalam Perang Serbia-Kroasia).
Pada medio akhir 1980an hingga 1990an, Serbia memang sering terlibat perang dengan negeri-negeri tetangganya. Pemicunya pun beragam. Di Kosovo, ribuan orang Serbia diusir oleh para pemberontak KLA dari komunitas Albania Kosovo. Diyakini, para pemberontak KLA mendapat pasokan senjata dari tentara negara Albania dan Amerika Serikat.
Delije pun tidak tinggal diam. Merasa saudara sebangsanya terancam, mereka berbondong-bondong mengikuti pelatihan militer yang digelar oleh pemerintah Serbia untuk kemudian di kirim ke medan perang. Bahkan salah satu sub-kelompok mereka, Arkan’s Tiger, berisi para veteran perang yang sudah banyak makan asam garam perang.
Kini, ketika masa damai tiba, Delije tetap identik dengan kekerasan dan anarkisme. Mereka bahkan mengklaim sebagai agen perubahan dan kelompok nasionalis Serbia yang siap membela Serbia dari potensi ancaman negara-negara tetangganya.
Ketika Serbia menjalani partai internasional, Delije dan kelompok lainnya kerap terlibat kerusuhan. Mulai dari menteror pemain dan suporter lawan, hingga membakar stadion sendiri. Tampakanya Delije adalah perkawinan antara fanatisme sepakbola, nasionalisme berlebihan dan kekerasan struktural.
Kini, sepak bola yang merupakan olah raga dengan peminat paling banyak di dunia, telah banyak berubah. Ketegasan FIFA telah mampu meredam banyak potensi kekerasan, terutama yang bersumber dari pebendaan pandangan politik dan rasisme. Semboyan fair play pun berkibar dengan indahnya di segenap lapangan di seluruh penjuru dunia.
Walau begitu masih banyak kelompok suporter yang berusaha melestarikan kekerasan dalam sepak bola. Bahkan ada banyak pihak, termasuk politisi, pejabat pemerintah, kelompok pemberontak hingga pengusaha oportunis, yang berusaha menciderai sportifitas sepak bola. Mereka adalah ancaman nyata yang harus segera dikeluarkan dari sepak bola.
Saking populernya sepak bola, maka hampir di setiap negara memiliki setidaknya satu kompetisi tingkat nasional, entah itu sudah berlabel profesional penuh, semi profesional, atau amatir. Memang tak mudah bagi sebuah kompetisi untuk mendapat label profesional penuh. Ada berbagai syarat yang harus dipenuhi.
Suatu kompetisi tingkat nasional (biasanya berbentuk liga) diikuti oleh beberapa klub. Jumlah klub peserta sendiri bervariasi di tiap negara. Di negara-negara raksasa sepak bola asal Eropa, jumlah peserta liga domestik regulernya adalah 20 klub (liga Italia, Jerman, Inggris, Belanda, Perancis, dll). Walau begitu ada juga beberapa kompetisi yang anggota pesertanya kurang dari 20 klub, semacam liga Rusia dengan 16 klub peserta dan bahkan liga Skotlandia yang hanya memiliki 12 klub peserta.
Selain itu biasanya tiap liga yang sudah menyandang label profesional, memiliki lebih dari satu kasta. Kasta teratas ialah kasta utama, lalu diikuti kasta-kasta yang lebih rendah. Seperti misalnya di Inggris. Kompetisi kasta tertingginya disebut EPL atau English Primere League.
Di kasta inilah tim-tim kuat semacam Liverpool, Manchester City, Chelsea, Newcastle United, Tothenham Hotspurs dan Manchester United berlaga.
Sedang di bawah BPL, ada kompetisi yang bernama Liga Championship (Championship League). Setiap akhir musimnya, empat tim terbawah BPL akan melorot ke Liga Championship ini. Sebaliknya, empat tim teratas Liga Championship akan ‘naik derajat’ ke BPL.
Dibawah nya masih ada beberapa kompetisi lagi, yakni berturut-turut dari yang tertinggi: Liga Satu, Liga Dua, dan Liga Conference. Hal yang tak jauh berbeda juga ada di negeri-negeri Eropa lainnya macam Jerman, Italia, Belanda dan Perancis.
Jika ditotal, maka dari empat negara yang disebutkan tadi plus Inggris, terdapat lebih dari 1000 klub sepak bola profesional dan semi profesional. Banyaknya klub menandakan bagaimana gairah bangsa Eropa pada olahraga mengocek dan menendang si kulit bundar ini.
Khusus di Eropa, mayoritas rakyat di benua biru itu benar-benar memuja sepak bola. Selain di Eropa, Amerika Selatan juga adalah tempat di mana sepak bola begitu di puja. Di Argentina, Meksiko, Uruguay dan Cili, kompetisi liga utamanya bernama liga Apertura dan Clausura. Tak kalah dengan Eropa, masyarakat Amerika Latin (sebutan untuk Amerika Selatan) juga sangat memulyakan sepak bola.
Kini, kompetisi sepak bola sudah bermunculan di berbagai belahan dunia. Bahkan negeri mungil macam Singapura atau republik yang baru merdeka macam Kroasia juga sudah punya liga domestik yang terbilang mapan. Sepak bola memang telah menjadi ‘wabah’ yang menghinggapi milyaran manusia di seluruh penjuru dunia.
Baca juga : Sejarah Bayern Munchen, Raksasa Sepakbola dari Bundesliga.
Harpastrum : Sejarah Sepakbola Di Masa Lalu
Sepakbola kuno |
Negara tempat lahirnya sepakbola adalah masih diselimuti misteri. Ada banyak versi mengenai awal dan asal muasal olahraga yang satu ini. Waktu serta tempat kelahirannya pun masih diperdebatkan hingga sekarang. Setidaknya ada delapan bangsa yang menjadi tersangka kuat sebagai pencipta permainan sepak bola. Mereka adalah: Mesir, India, Jepang, Cina, Irlandia, Italia, Yunani, dan Skotlandia.
Tapi menurut rilis resmi dari FIFA, bangsa Cina tercatat sebagai bangsa yang paling awal menjadi pencetus permainan sepak bola., Orang-orang sebelum dinasti Han, Cina, sudah mengenal sebuah permainan sederhana di mana para pemainnya menggiring sebuah bola kecil untuk dimasukkan ke dalam semacam jaring. Permainan yang kemudian dikenal dengan nama tsu chu itu mulai dimainkan sekitar 2000 tahun sebelum Masehi.
Permainan kuno tersebut (baca: tsu chu) biasanya dimainkan pada saat perayaan hari ulang tahun Kaisar atau pada perayaan-perayaan hari penting lainnya. Pada perkembangannya, tsu chu digunakan sebagai menu latihan untuk memperkuat fisik dan keterampilan para tentara kerajaan.
Dalam permainan ini, para pemain harus memasukkan bola ke dalam sebuah gawang. Gawangnya sendiri terbuat dari bambu yang diberi jaring. Para pemain tidak diperkenankan menggunakan tangan. Permainan ini sangat digemari pada masa itu.
Sedang di Italia, orang-orang Romawi mulai memainkan sebuah permainan yang mirip dengan sepak bola modern. Permainan ini bernama harpastrum. Permainan ini sendiri diambil oleh bangsa Romawi dari kebudayaan Yunani kuno. Bangsa Romawi memang dikenal sebagai bangsa penakluk. Setelah menaklukkan sebuah bangsa, orang-orang Romawi kemudian juga sering mengambil kebudayaan dari bangsa taklukkannya tersebut, termasuk permainan harpastrum ini.
Sebelum dirampok oleh orang Romawi, permainan ini sudah dikenal oleh orang Yunani ratusan tahun sebelum Masehi. Selain bernama harpastrum, permainan ini juga dikenal dengan nama episkyro. Jumlah pemainnya sangat banyak dan berubah-ubah sesuai kesepakatan. Bahkan sering permainan ini dimainkan oleh lebih dari seratus orang. Kerusuhan pun sering mewarnai permainan ini.
Penulis Romawi, Horatius Flaccus dan Virgilius Maro menyebut Harpastrum sebagai permainan biadab. Suatu kali harpastrum pernah dimainkan oleh lebih dari 100 orang. Karena itu sepak bola lebih mirip kerusuhan massal. Kerusuhan tidak hanya terjadi di lapangan (yang pada waktu itu sangat luas bahkan mencapai lebih dari dua kilometer), tapi juga oleh para penonton. Inilah awal mula kerusuhan sepak bola paling awal di dunia.
Lantas, seiring dengan ekspansi orang-orang Romawi ke seluruh penjuru Eropa dan dunia, harpastrum pun ikut tersebar. Salah satunya di daratan Inggris Raya. Di sini, harpastrum dikenal dengan nama Mob Football. Permainan adopsi dari Romawi ini pun mengalami perkembangan yang cukup pesat pula. Tercatat, permainan ini cukup digemari oleh publik Inggris, terutama oleh para tentaranya.
Setelah mengusir para penjajah Romawi,orang-orang Inggris pun mulai memainkan Mob Football secara luas, setidaknya hingga pada zaman pemerintahan pangeran Edward II berdiri. Penguasa Inggris yang baru itu ternyata memandang permainan ini sebagai sebuah permainan barbar karena sarat dengan kekerasan.
Pangeran Edward II pun kemudian memutuskan untuk melarang permainan itu di seluruh Inggris. Hal itu terjadi tepatnya pada tahun 1314. Ia menilai mob football berpotensi menimbulkan sebuah kerusuhan. Penerusnya, Pangeran Edward III juga melakukan hal yang sama. Memang mob football pada waktu itu tidak memiliki aturan yang ketat. Satu-satunya aturan adalah; ‘jangan membunuh lawan mainmu!’.
Walaupun perkembangan sepak bola di Inggris berhenti, tetapi nyatanya permainan yang sama justru hidup lagi di tanah Italia. Orang-orang Italia, yang adalah keturunan orang-orang Romawi, menemukan sebuah permainan yang sangat mirip sepak bola. Permainan ini kemudian diberi nama calcio. Permainan ini mulai berkembang pada sekitar abad 15.
Permainan calco sendiri mempertemukan dua buah tim yang masing-masing memiliki jumlah pemain yang sama. Jumlah pemain setiap timnya sendiri sangat banyak, bisa mencapai 30 pemain. Aturannya pun cukup mudah, yakni berusaha menggiring atau menendang bola untuk melewati garis gol (sebagai pengganti gawang).
Permainan ini sangat populer di negeri pizza itu. Seorang Inggris bernama Richard Mulchester kemudian membawa permainan calcio ini (kembali) ke Inggris. Bahkan kemudian calcio masuk ke dalam kurikulum di berbagai sekolah-sekolah dasar dan menengah di Inggris.
Tetapi ternyata permainan baru ini kembali mendapat tantangan. Adalah ratu Elizabeth I yang kemudian mengancam siapa saja yang memainkan permainan ini dengan hukuman kurungan penjara. Selain pihak kerajaan, golongan Kristen puritan juga membenci permainan ini dan menyebutnya dengan nama ‘permainan iblis yang penuh dengan kekerasan’.
Tapi larangan ini ternyata tidak terlalu efektif. Bahkan pada saat itu, mob football juga mulai menyebar ke negeri Perancis. Di sana, permainan ini disebut choule dan dimainkan pula oleh para bangsawannya.
Akhirnya di tahun 1848, permainan ini diteliti oleh para sarjana dan cendekiawan di Universitas Cambridge, Inggris. Pada tahun 1863, Football Association (FA) pun didirikan. FA sendiri adalah sebuah badan sepak bola Inggris yang tercatat sebagai asosiasi sepak bola tertua, bahkan jauh lebih tua dari FIFA (federasi sepak bola sedunia). Karena asosiasi sepak bola serta kompetisi sepak bola pertama ada di Inggris, orang Inggris pun merasa bahwa tanah mereka adalah tanah air asal sepak bola.
Baca juga : Jadi Fans Liverpool Tidak Segampang itu, Bambang!
Sejarah Sepakbola : Loyalitas dan Fanatisme
sejarah sepakbola lengkap |
Selanjutnya, seiring dengan semakin besarnya ekspansi kerajaan Inggris, sepak bola pun menyebar ke seluruh penjuru dunia. Walau persebarannya sangat identik dengan penjajahan, tetapi di banyak negara, sepak bola justru sangat dekat dengan nafas patriotisme dan keinginan untuk merdeka. Seperti yang terjadi pada klub Barcelona, sebuah klub sepak bola yang bermarkas di wilayah Catalan, Spanyol.
Dahulu, di wilayah ini pernah berdiri sebuah negara bernama Republik Catalan. Penduduknya negeri ini disebut bangsa Catalonia/Catalan. Tetapi pada tahun 1936, negeri ini jatuh ketangan Spanyol yang kemudian menganeksasinya hingga hari ini.
Bagi bangsa Catalonia, Barcelona bukan hanya sebuah klub sepak bola. Barcelona (nama resmi: Futbol Club Barcelona atau disingkat FCB), adalah simbol paling nyata bagi eksistensi mereka. Bangsa Catalonia sendiri masih merasa hidup dalam penjajahan negara Spanyol. Pada zaman Jendral Franco, seorang nasionalis sekaligus diktator Spanyol yang berkuasa di era perang dunia kedua, bahasa dan kebudayaan orang Catalonia dihapus.
Satu-satunya yang tersisa dari bangsa Catalonia adalah Barcelona. Walau begitu, klub ini juga tidak lepas dari kekejaman pemerintah Franco. Pernah pada suatu kali, ketika Barcelona bertemu Real Madrid, Franco memaksa Barcelona untuk mengalah. Pertandingan itu sendiri berakhir dengan skor 11-1 untuk Real Madrid. Sebuah hal yang sangat dibanggakan oleh sang Jenderal.
Real Madrid sendiri adalah simbol kewibaan negara. Selain itu, El Real (julukan Real Madrid) adalah tim kesayangan Jendral Franco. Itu mengapa pada zaman dulu, pemerintah pusat Spanyol selalu memberi dukungan yang dinilai berlebihan kepada tim asal ibukota ini.
Sampai saat ini, selalu ada sebuah semboyan yang masih tertanam dengan kuat di kalangan warga dan pemain Barcelona kelahiran Catalan asli. Mereka boleh kalah dengan siapa saja, asal tidak dengan Real Madrid. Duel dua tim tersukses di Spanyol ini pun sering diwarnai kerusuhan, di dalam maupun di luar lapangan.
Selain Catalanio, bangsa Basque, juga merasakan hal yang sama: dijajah oleh orang Spanyol. Maka klub-klub asal Basque selalu berlipat semangatnya ketika berlaga melawan Real Madrid. Ini bukan hanya soal kemenangan, tetapi soal harga diri dan martabat bangsa Basque.
Hooligaans, Ultras, Delije : Wajah Muram Sepakbola
sepakbola dan ultras |
Kekerasan dalam sepak bola sendiri lebih banyak dilakukan oleh para suporter. Hooligans, begitu orang Inggris menyebutnya. Inggris sendiri dikenal sebagai negara dengan jumlah kelompok Hooligans terbanyak di dunia. Bahkan hampir tiap klub di liga Inggris memiliki fans garis kerasnya masing-masing.
Yang paling terkenal tentu saja kelompok Liverpudlian atau Kopites, sebutan untuk pendukung setia Liverpool. Mereka pernah terlibat dalam sebuah kerusuhan besar pada 1985 dengan para Juventini (pendukung tim sepak bola Juventus, Italia). Kerusuhan yang berlangsung di kota Heysel, Belgia itu menewaskan 39 orang dan ratusan lainnya terluka parah. Akibatnya klub-klub asal Inggris dilarang untuk mengikuti kompetisi Eropa selama lima tahun.
Selain itu Kopites punya beberapa musuh tradisional, yakni para Manchunian dan Evertonian. Manchunian adalah sebutan penggemar klub sepak bola Manchester United. Bersama dengan Liverpool, MU dikenal sebagai dua klub tersukses di Inggris. Maka duel keduanya (sering disebut derby of England) diangap sebagai pembuktian siapa yang paling layak menjadi the real champ di ranah Inggris. Sama seperti duel Bayern Munchen dan BVB Borussia Dortmund demi membuktikan siapa terhebat di Bundesliga.
Sedang evertonian adalah nama bagi penggemar klub Everton. Klub itu adalah klub yang berasal dari wilayah yang sama, yakni Merseyside. Duel keduanya pun sering disebut derby of Merseyside.
Sedang di Italia dan beberapa negara lain, suporter fanatik biasa disebut Ultras. Ultras sendiri juga tak kalah mengerikan dengan hooligans Inggris. Italia tercatat sebagai negara dengan jumlah ultras yang cukup besar. Salah satu ultras paling mengerikan adalah ultras Laziale (pendukung setia Lazio). Mereka terkenal kejam, keras dan rasis.
Berbicara mengenai rasisme, para pendukung Glasgow Celtic dan Glasgow Ranger juga memiliki hal itu. Glasgow Celtic sendiri adalah sebuah klub asal Skotlandia yang sangat kental dengan nuansa Katholik.
Tim yang berdiri di tahun 1988 ini memiliki basis kuat imigran Irlandia yang hampir semuanya beragama Katholik. Mereka juga dikabarkan dekat dengan IRA (organisasi perjuangan rakyat Irlandia Katholik yang berjuang untuk kemerdekaan Irlandia dan Irlandia Utara dari Inggris). Sering lagu-lagu bertema IRA maupun Irlandia dinyayikan oleh para hooligan Celtic.
Sedangkan tetangga mereka, Glasgow Ranger, adalah sebuah klub yang memiliki pendukung para loyalis kerajaan Inggris. Berlawanan dengan Celtic, mereka mayoritas berasal dari kaum Protestan yang setia kepada kerajaan Inggris. Mereka kerap menyanyikan lagu berjudul Billy Boys, sebuah lagu yang liriknya sangat menghina kaum Katholik Irlandia.
Duel dua tim asal Glasgow ini pun tak pernah sepi dari kerusuhan. Berkali-kali berbagai pihak mencoba untuk mendamaikan dua tim ini, namun semuanya selalu sia-sia. Ini karena Glasgow (baik Celtic maupun Ranger) sudah menjadi identitas yang erat dengan idiologi dan agama.
Tetapi dari semua suporter klub sepak bola, yang paling ganas dan mengerikan adalah suporter milik tim Red Star Belgrado, Serbia. Mereka menamakan diri mereka dengan sebutan Delije (pahlawan). Delije sendiri selain menjadi pendukung setia FK Crvena Zvezda (sebutan lain Red Star Belgrado dalam bahasa Serbia), juga adalah pendukung utama tentara Serbia dalam perang melawan pemberontak KLA (kelompok pemberontak yang mayoritas dari komunitas orang Kosovo keturunan Albania dalam perang Kosovo) dan Tentara Regular Kroasia (dalam Perang Serbia-Kroasia).
Pada medio akhir 1980an hingga 1990an, Serbia memang sering terlibat perang dengan negeri-negeri tetangganya. Pemicunya pun beragam. Di Kosovo, ribuan orang Serbia diusir oleh para pemberontak KLA dari komunitas Albania Kosovo. Diyakini, para pemberontak KLA mendapat pasokan senjata dari tentara negara Albania dan Amerika Serikat.
Delije pun tidak tinggal diam. Merasa saudara sebangsanya terancam, mereka berbondong-bondong mengikuti pelatihan militer yang digelar oleh pemerintah Serbia untuk kemudian di kirim ke medan perang. Bahkan salah satu sub-kelompok mereka, Arkan’s Tiger, berisi para veteran perang yang sudah banyak makan asam garam perang.
Kini, ketika masa damai tiba, Delije tetap identik dengan kekerasan dan anarkisme. Mereka bahkan mengklaim sebagai agen perubahan dan kelompok nasionalis Serbia yang siap membela Serbia dari potensi ancaman negara-negara tetangganya.
Ketika Serbia menjalani partai internasional, Delije dan kelompok lainnya kerap terlibat kerusuhan. Mulai dari menteror pemain dan suporter lawan, hingga membakar stadion sendiri. Tampakanya Delije adalah perkawinan antara fanatisme sepakbola, nasionalisme berlebihan dan kekerasan struktural.
Kita Butuh Sepakbola yang Sportif dan Ramah
Kini, sepak bola yang merupakan olah raga dengan peminat paling banyak di dunia, telah banyak berubah. Ketegasan FIFA telah mampu meredam banyak potensi kekerasan, terutama yang bersumber dari pebendaan pandangan politik dan rasisme. Semboyan fair play pun berkibar dengan indahnya di segenap lapangan di seluruh penjuru dunia.
Walau begitu masih banyak kelompok suporter yang berusaha melestarikan kekerasan dalam sepak bola. Bahkan ada banyak pihak, termasuk politisi, pejabat pemerintah, kelompok pemberontak hingga pengusaha oportunis, yang berusaha menciderai sportifitas sepak bola. Mereka adalah ancaman nyata yang harus segera dikeluarkan dari sepak bola.
Posting Komentar untuk "Sejarah Sepakbola"
Pembaca yang baik adalah yang menulis komentar sebelum pergi. Komentar Anda akan muncul setelah kami review. Dilarang menuliskan link hidup apapun.