Sekilas Kisah Hari Buruh Yang Harus Kamu Tahu

Pada suatu kali, ratusan anggota organisasi serikat buruh bernama Kung Tang Hwee Koan merayakan Hari Buruh di Surabaya. Dua tokoh sosialis Belanda, Sneevliet dan Bars menghadiri perayaan hari buruh itu. Mereka juga menyampaikan pesan ISDV di sana. Kung Tang Hwee Koan itu sebetulnya berpusat di Shanghai, tetapi punya ratusan anggota di Surabaya.

Dalam artikel berjudul Peringatan 1 Mei Pertama Kita, Sneevliet tidak menutupi rasa kekecewannya atas perayaan itu. Meskipun sudah digembar-gemborkan, namun perayaan itu hanya menarik orang-orang Eropa dan hampir tidak ada orang-orang Indonesia.

Meskipun begitu, sejarah kemudian mencatat bahwa perayaan 1 Mei 1918 di Surabaya itu adalah peringatan Hari Buruh Se-dunia pertama kali di Indonesia, bahkan juga disebut-sebut pertama-kali di Asia.

Perayaan Hari buruh bukan hanya didominasi oleh golongan komunis, tetapi juga oleh serikat-serikat buruh non-komunis. Misalnya, pada hari buruh 1921, Tjokroaminoto, ditemani muridnya, Soekarno, naik ke podium untuk berpidato mewakili Serikat Buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam.

Sarekat Islam pada waktu itu memang menjadi semacam inkubator bagi lahirnya para tokoh kenamaan lintas aliran dan mazhab politik.

Sejak 1918 hingga 1926, para buruh mulai secara rutin memperingati Mayday itu, yang biasanya dibarengi dengan pemogokan umum besar-besaran.

Contohnya pada peringatan Hari Buruh sedunia tahun 1923, Semaun menyampaikan kepada sebuah rapat umum VSTP (serikat buruh kereta api) di Semarang untuk melancarkan pemogokan umum.

Isu yang digelorakan Semaun tak main-main. Dalam selebaran pemogokan yang disebarkan VSTV, isu utama yang diangkat mencakup: jam kerja 8 jam, penundaan penghapusan bonus sampai janji kenaikan gaji dipenuhi, penanganan perselisihan ditangani oleh satu badan arbitrase independen, dan pelarangan PHK tanpa alasan.

Pada tahun 1926, menjelang rencana pemberontakan PKI melawan kolonialisme Belanda, peringatan Hari Buruh ditiadakan.

Pada saat itu, karena cerita mengenai rencana pemberontakan sudah menyebar dari mulut ke mulut, maka banyak pihak yang menduga peringatan Hari Buruh Internasional sebagai momen pecahnya pemberontakan.

Menurut seorang peneliti bernama Ruth T McVey dalam karyanya yang berjudul Kemunculan Komunisme Indonesia, penguasa kolonial Belanda sangat mempercayai gosip itu dan sudah mempersiapkan langkah antisipasi ya.

Maka para pemimpin PKI memutuskan untuk tidak menyelenggarakan peringatan 1 Mei demi mencegah penangkapan kader-kader yang tenaganya amat dibutuhkan.

Setelah meletus pemberontakan bersenjata pada tahun 1926 dan 1927, peringatan Hari Buruh Sedunia sangat sulit untuk dilakukan. Pemerintah kolonial mulai menekan serikat buruh dan melarang mereka untuk melakukan perayaan.

Peringatan Hari Buruh Sedunia kembali diperingati pada tahun 1946.

Berikut kesaksian menarik Hardoyo, seorang pelajar Sekolah Rakyat saat itu:

“Peringatan l Mei 1946 betul betul meriah, terjadi di semua kantor, perusahaan, pabrik, sekolah dan bahkan di desa-desa. Di desa dipimpin pak lurah atau orang orang pergerakan lama yang masih hidup dan dihormati. Di desa kami dipimpin oleh, seingatku, Bapak Parta yang cukup sepuh usianya dan beliau adalah mantan orang komunis yang dibuang ke Digul, orang bilang itulah tokoh Digulis pejuang sejati bangsa berani melawan kekuasaan penjajah Belanda.”

Pada peringatan Hari Buruh tahun 1947 di Yogyakarta, sebuah dokumen Amerika bercerita bagaimana massa membawa spanduk bergambar palu-arit, photo wajah Karl Marx, Lenin, dan Stalin.

Meski begitu, golongan kiri agak tersinggung karena sedikitnya golongan tentara yang ikut dalam perayaan itu. Hanya Rakyat miskin yang mendominasi gelombang masa saat itu.

Pada tahun 1948, kendati dalam situasi agresi militer Belanda, perayaan Hari Buruh Sedunia berlangsung besar-besaran.

Pada momen tersebut, 200 ribu hingga 300 ribu orang membanjiri alun-alun Yogykarta, untuk memperingati Hari Buruh Sedunia.

Amir Sjarifoeddin selaku Menteri Pertahanan waktu itu, memberikan pidato kepada massa buruh dan rakyat di alun-alun itu. Selain Amir, Menteri Perburuhan dan Sosial Kusnan dan Ketua SOBSI Harjono juga memberi pidato. Hatta dan Panglima besar Jend. Soedirman juga hadir dalam perayaan hari buruh ketika itu.

Dan, di tahun 1948, dikeluarkan UU Kerja nomor 12/1948 yang mengesahkan 1 Mei sebagai tanggal resmi hari Buruh. Dalam pasal 15 ayat 2 UU No. 12 tahun 1948 dikatakan: “Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja”.

Begitulah, sejarah perayaan Hari Buruh di Indonesia, yakni ketika pemerintahan Bung Karno masih berjalan, peringatan Hari Buruh Internasional secara rutin berjalan dan resmi diakui oleh negara.

Lalu bagaimana dengan sekarang?

Seharusnya memang perayaan Hari Buruh juga difasilitasi oleh negara. Ini juga sebagai bentuk penghormatan negara pada para Buruh.

Bagaimana bentuknya?

Bisa dengan parade bersama, pemberian potongan / diskon atau panggung gembira.

Apapun itu, mari kita rayakan Hari Buruh dengan riang gembira.

Happy Mayday!!!!